Kamis, 26 Maret 2015

[FANFICTION] Lucid Dream




Title : Lucid Dream
Author : Park Su Jan (박수잔)
Genre : Fantasy
Cast(s) : B.A.P (Youngjae, Daehyun, Zelo), OC
Chapter 2
Note : 


Yoo Youngjae's POV*

Kediaman keluarga Yoo.

Momen langka terjadi pagi ini. Tidak biasanya ayah mengajak kami -aku, ibu dan Youngwonhyung- untuk sarapan bersama. Biasanya kami selalu melewatkan pagi kami tanpa sarapan. Ayah dan ibu sudah berangkat kerja sekitar pukul 6 pagi karena jarak kantor mereka yang cukup jauh.

"Semalam appa mendapat kabar bahwa kita harus mengikuti rapat." ayah membuka obrolan pagi itu. Aku tahu rapat yang dimaksud oleh ayah. Itu berarti pertemuan antara para anggota Lucid Dream di alam mimpi.

Ya. Lucid Dream. Itu adalah sebuah kemampuan mengelola mimpi. Kami, para anggota Lucid Dream terbagi lagi menjadi beberapa klan dan tingkatan. Aku dan keluargaku termasuk dalam klan Cosmos, klan terbesar dan paling disegani di antara semua klan Lucid Dream. Sebagian anggota klan kami sudah mencapai tingkatan tinggi dalam Lucid Dream. Tapi belum ada yang mencapai Teranic Dreamer. Tingkatan tertinggi dalam Lucid Dream. Sebagian besar sudah mencapai Giganic Dreamer, tingkatan tertinggi kedua setelah Teranic Dreamer.

Ayah dan ibuku, contohnya. Mereka berdua sudah mencapai tingkatan Giganic Dreamer. Suatu tahapan pengelola mimpi di mana seseorang bisa menciptakan halusinasi dan fatamorgana bagi orang-orang sekitar dalam keadaan sadar. Kedua orang tuaku juga bisa bertelepati dengan sesama Lucidian, sebutan untuk anggota Lucid Dream.

Sedangkan Youngwon hyung, sudah mencapai tingkatan Meganic Dreamer. Dia memiliki kemampuan telekinetik, dengan kata lain mampu menggerakkan benda-benda tanpa menyentuhnya. Dia mencapai tingkatan Meganic Dreamer saat masih seusiaku, yaitu 17 tahun. Dan menjadi seorang Meganic Dreamer di usia termuda.

"Tentu saja Jae kita belum bisa ikut kan, appa?" nada suara Youngwon hyung terdengar melecehkan, seperti biasa.

Ayah menghela napas berat.

"Yah, mau bagaimana lagi? Youngjae bahkan belum mencapai tingkatan High Dreamer. Kau belum mampu masuk ke dalam mimpi targetmu kan, Youngjae?"

Aku menghentikan gerakan tanganku yang mengoles selai kacang pada rotiku. Tiba-tiba aku kehilangan selera makan.

"Ajik kaji (belum)." jawabku pelan.

Berbeda dengan Youngwon hyung yang selalu dibangga-banggakan ayah setiap kali ada kesempatan bertemu para Lucidian, aku adalah anak yang tidak diharapkan. Di usiaku yang ke 17 ini, aku hanya mampu mengelola mimpiku. Aku bisa melakukan apa saja di dalam mimpiku. Tapi yang diharapkan ayahku adalah kemampuanku memasuki mimpi target. Dan aku belum mampu melakukannya. Bahkan menentukan siapa targetku pun, baru mulai kulakukan belakangan ini.

Target yang kumaksud adalah seseorang yang kumasuki mimpinya sebagai gerbang peningkatan kemampuan Lucid Dream-ku. Sejauh ini, aku paling malas berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak ada yang bisa kujadikan sebagai target. Baru-baru ini, pada akhirnya aku menentukan targetku. Seorang gadis teman sekelasku bernama Choi Jun Hee. Berkat kemampuan alamiku yang bisa membaca pikiran (bahkan, para Lucidian lain termasuk keluargaku sangat sedikit yang memiliki kemampuan ini), aku bisa tahu bahwa Jun Hee diam-diam menyukaiku. Jadi kupikir ini adalah kesempatan karena akan lebih mudah kalau aku mendekati Jun Hee dan menggunakannya sebagai targetku.

"Kau sudah menentukan siapa targetmu, Jae? Apa kali ini kau yakin? Jangan sampai kejadian dua tahun lalu kembali terulang."

Melalui sudut mataku, aku bisa merasakan Youngwon hyung menatapku sinis.

Dia selalu bersikap seperti itu padaku semenjak kejadian dua tahun yang lalu. Padahal kejadian itu bukan sepenuhnya salahku.

Aku menghela napas, berusaha untuk tidak mempedulikan perkataan Youngwon hyung. Aku berusaha meredakan emosi dengan bermaksud minum. Tapi, belum sempat jariku meraih gelas susu yang ada di samping kananku, gelas itu bergerak menuju Youngwonhyung. Apalagi kalau bukan karena kemampuan telekinetiknya. Aku mengepalkan genggaman tanganku.

"Susu untukku tidak manis, jadi aku minta bagianmu saja ya, Jae?"

"Won-a!" ibu yang sedari tadi diam, mulai menegur Youngwon hyung.

"Ne, eomma?" tanya Youngwon hyung.

"Berhentilah mengganggu adikmu."

"Lho, apa kau merasa terganggu, Jae?" Youngwon hyung malah bertanya padaku. Lalu tanpa rasa bersalah dia meminum susu bagianku sampai habis.

Aku mengeraskan rahangku. Berusaha sebisa mungkin menahan emosiku. Aku mendorong roti yang belum kusentuh dan segera bangkit berdiri.

"Terima kasih untuk sarapannya. Aku pergi ke sekolah dulu." aku pamit pada kedua orang tuaku.

"Tidak mau kuantar? Kau kan tidak bisa berteleportasi." sindir Youngwon hyung. Seingatku dia juga tidak bisa.

"Dwaesseoyo (tidak usah), hyung pasti sibuk. Sibuk mengejekku." sahutku ketus membuat Youngwon hyung tertawa.

***

Aku melihat Jun Hee dan Daehyun sedang mengobrol berdua. Dari yang aku dengar, Daehyun menyukai Jun Hee. Tapi sisi baiknya, Jun Hee tidak merespon perasaan suka Daehyun. Jadi untuk saat ini aku tidak perlu khawatir dengan hubungan antara Daehyun dan Jun Hee.

Berusaha untuk tidak terlihat oleh Jun Hee, aku memilih jalan lain. Seandainya bisa teleportasi, tentu aku sudah lama tiba di kelasku tanpa harus repot-repot begini.

Seseorang menepuk bahuku, aku berbalik dan kulihat Choi Jun Hong, adik Jun Hee sekaligus junior kami kelas 1 berdiri di depanku sambil tersenyum.

"Youngjae hyung kan?" tanyanya seakan memastikan. Memangnya dia tidak bisa bacanametag yang terpajang di jas seragamku?

"Ya, ada apa?" aku bertanya balik. Entah kenapa aku tidak bisa membaca pikirannya. Ini aneh.

"Akhir-akhir ini sepertinya kau menjadi dekat dengan noona-ku?"

"Begitulah. Kenapa? Tidak boleh?"

Jun Hong tertawa, memperlihatkan deretan giginya yang berjejer rapi dan putih.

"Anieyo. Jujur saja, aku bukan pengidap sister complex. Aku tidak akan membatasi pergaulan noona-ku. Well, kupikir kau jauh lebih baik dari Jung Daehyun. Terus terang saja, aku kurang suka cowok flamboyan itu mendekati noona-ku."

Aku menaikkan sebelah alisku. Masih tidak mengerti kenapa kemampuan membaca pikiranku tidak bisa kugunakan pada Jun Hong.

"Bahkan, kalau kau mau berpacaran dengan Jun Hee noona, kau sudah mendapat restuku."

Nada bicaranya memang terdengar polos, tapi aku merasa yakin ada yang disembunyikannya. Sial, kalau saja aku bisa membaca pikirannya.

"Aku berkata begini karena aku tahu kau orang yang istimewa." Setelah berkata begitu, Jun Hong sekali lagi menepuk bahuku lalu berjalan menuju kelasnya. Aku mengikuti Jun Hong melalui mataku sampai dia menghilang di balik pintu kelasnya.

Instingku berkata dia mencurigakan.

Aku melanjutkan langkahku melewati kelas Jun hong menuju kelasku. Begitu tiba di kelas, Jun Hee sudah tampak menunggu dengan duduk di bangkuku.

"Yoo Youngjae, annyeong~" sapa Jun Hee sambil tersenyum.

Aku tersenyum kaku membalas sapaannya. Aku bisa merasakan tatapan beberapa orang, termasuk Jung Daehyun. Begitu tiba di bangkuku, dengan iseng aku membaca pikiran Jun Hee. Dia terlihat sangat senang karena aku menjadi semakin ramah padanya. Otot-otot wajahku secara spontan menyuruhku kembali tersenyum. Kali ini agak lama. Pipi Jun Hee merona merah.

"Apa kau sudah makan? Ma-maksudku sarapan. Kebetulan aku membawa beberapa sandwich."

"Kebetulan sekali aku belum sarapan. Apa aku boleh minta sandwich-nya?"

"Tentu saja!" sahut Jun Hee tampak antusias.

"Terima kasih. Kapan-kapan aku akan mentraktirmu."

'Astaga, ternyata Youngjae baik sekali,' aku membaca pikiran Jun Hee, membuatku tersenyum tipis.

Sayang sekali aku tidak sebaik yang kau pikirkan, Jun Hee.

***

Jun Hee mengajakku jalan-jalan akhir pekan nanti. Aku mengiyakannya, karena aku juga berencana mulai memasuki mimpi Jun Hee pada malam harinya. Aku harap Jun Hee akan bermimpi indah setelah pulang jalan-jalan nanti. Karena aku tidak mau memasuki mimpi buruk.

Sambil tersenyum, aku menutup pintu lokerku. Entah apa ini karena efek sandwich tadi pagi atau karena rencana jalan-jalan besok. Senyumku baru hilang saat menyadari Jung Daehyun yang entah sejak kapan sudah berdiri menyadar pada sebuah loker yang terletak tiga loker dari milikku. Kedua tangannya disilangkan di depan dada.

"Ternyata kau belum berubah ya, Youngjae." celetuk Daehyun begitu aku akan melewatinya.

"Apa maksudmu?" sebenarnya aku malas menanggapi omongannya. Aku tidak menoleh padanya karena tidak mau membaca pikirannya. Toh nanti dia sendiri yang akan mengatakan apa tujuannya.

"Aku tahu apa alasanmu mendekati Jun Hee. Kau ingin menjadikannya sebagai targetmu kan?"

"Tidak ada urusannya denganmu!"

"Jelas ada kan? Aku ini bisa dibilang sebagai 'mantan' targetmu dan kebetulan Jun Hee juga adalah orang yang kusukai."

Jantungku berdenyut menyakitkan dan dadaku terasa sesak.

"Aku tidak menyangka kau masih memiliki keberanian menjadi... apa itu -Lucidian? Huh, apa Lucidian itu memerima pengkhianat sepertimu?"

Aku menarik kerah seragam Daehyun.

"Jung Daehyun! Sebaiknya kau jaga ucapanmu! Kau tidak tahu apa-apa tentang Lucidian."

"Yeahh, aku agak menyesal terlahir sebagai orang biasa. Coba aku dilahirkan sebagai Lucidian sepertimu. Aku ingin sekali bisa mengelola mimpiku sendiri. Pasti menyenangkan ya?"

Satu lagi orang menyebalkan setelah Youngwon hyung.

Aku menyeringai. Lalu menatap Daehyun dengan tatapan menantang.

'Mau apa dia?' ujar suara hati Daehyun.

"Mau kuberitahu rahasia bagaimana orang biasa sepertimu bisa menjadi Lucidian?" tanyaku

"Ti-tidak perlu. Aku tidak tertarik menjadi Lucidian."

"Sayang sekali. Padahal aku ingin berbagi pengalaman bagaimana rasanya mengelola mimpi itu." kataku sambil berlalu meninggalkan Daehyun.

"Kau pikir menyenangkan bisa melakukan kesalahan seperti dua tahun lalu?"

Aku tertegun. Sudah kubilang kejadian itu bukan sepenuhnya salahku!!!

***To Be Continued*** 140808


Tidak ada komentar:

Posting Komentar