Title :
Lucid Dream
Author :
Park Su Jan (박수잔)
Genre :
Fantasy
Cast(s) :
B.A.P (Youngjae, Daehyun, Zelo), OC
Chapter 2
Note :
Yoo Youngjae's POV*
Kediaman keluarga Yoo.
Momen langka terjadi pagi ini. Tidak
biasanya ayah mengajak kami -aku, ibu dan Youngwonhyung- untuk sarapan bersama. Biasanya kami selalu melewatkan
pagi kami tanpa sarapan. Ayah dan ibu sudah berangkat kerja sekitar pukul 6
pagi karena jarak kantor mereka yang cukup jauh.
"Semalam appa mendapat kabar bahwa kita harus mengikuti rapat." ayah membuka obrolan pagi itu. Aku tahu rapat yang dimaksud oleh ayah. Itu berarti pertemuan antara para
anggota Lucid Dream di alam mimpi.
Ya. Lucid Dream. Itu adalah sebuah
kemampuan mengelola mimpi. Kami, para anggota Lucid Dream terbagi lagi menjadi
beberapa klan dan tingkatan. Aku dan keluargaku termasuk dalam klan Cosmos,
klan terbesar dan paling disegani di antara semua klan Lucid Dream. Sebagian
anggota klan kami sudah mencapai tingkatan tinggi dalam Lucid Dream. Tapi belum
ada yang mencapai Teranic Dreamer. Tingkatan tertinggi dalam Lucid Dream.
Sebagian besar sudah mencapai Giganic Dreamer, tingkatan tertinggi kedua
setelah Teranic Dreamer.
Ayah dan ibuku, contohnya. Mereka
berdua sudah mencapai tingkatan Giganic Dreamer. Suatu tahapan pengelola mimpi
di mana seseorang bisa menciptakan halusinasi dan fatamorgana bagi orang-orang
sekitar dalam keadaan sadar. Kedua orang tuaku juga bisa bertelepati dengan
sesama Lucidian, sebutan untuk anggota Lucid Dream.
Sedangkan Youngwon hyung, sudah mencapai tingkatan Meganic Dreamer. Dia memiliki
kemampuan telekinetik, dengan kata lain mampu menggerakkan benda-benda tanpa
menyentuhnya. Dia mencapai tingkatan Meganic Dreamer saat masih seusiaku, yaitu
17 tahun. Dan menjadi seorang Meganic Dreamer di usia termuda.
"Tentu saja Jae kita belum bisa
ikut kan, appa?" nada suara Youngwon hyung terdengar melecehkan, seperti biasa.
Ayah menghela napas berat.
"Yah, mau bagaimana lagi?
Youngjae bahkan belum mencapai tingkatan High Dreamer. Kau belum mampu masuk ke
dalam mimpi targetmu kan, Youngjae?"
Aku menghentikan gerakan tanganku
yang mengoles selai kacang pada rotiku. Tiba-tiba aku kehilangan selera makan.
"Ajik kaji (belum)."
jawabku pelan.
Berbeda dengan Youngwon hyung yang selalu dibangga-banggakan ayah setiap kali ada kesempatan
bertemu para Lucidian, aku adalah anak yang tidak diharapkan. Di usiaku yang ke
17 ini, aku hanya mampu mengelola mimpiku. Aku bisa melakukan apa saja di dalam
mimpiku. Tapi yang diharapkan ayahku adalah kemampuanku memasuki mimpi target.
Dan aku belum mampu melakukannya. Bahkan menentukan siapa targetku pun, baru
mulai kulakukan belakangan ini.
Target yang kumaksud adalah
seseorang yang kumasuki mimpinya sebagai gerbang peningkatan kemampuan Lucid
Dream-ku. Sejauh ini, aku paling malas berinteraksi dengan orang lain sehingga
tidak ada yang bisa kujadikan sebagai target. Baru-baru ini, pada akhirnya aku
menentukan targetku. Seorang gadis teman sekelasku bernama Choi Jun Hee. Berkat
kemampuan alamiku yang bisa membaca pikiran (bahkan, para Lucidian lain
termasuk keluargaku sangat sedikit yang memiliki kemampuan ini), aku bisa tahu
bahwa Jun Hee diam-diam menyukaiku. Jadi kupikir ini adalah kesempatan karena
akan lebih mudah kalau aku mendekati Jun Hee dan menggunakannya sebagai
targetku.
"Kau sudah menentukan siapa
targetmu, Jae? Apa kali ini kau yakin? Jangan sampai kejadian dua tahun lalu
kembali terulang."
Melalui sudut mataku, aku bisa
merasakan Youngwon hyung menatapku sinis.
Dia selalu bersikap seperti itu
padaku semenjak kejadian dua tahun yang lalu. Padahal kejadian itu bukan
sepenuhnya salahku.
Aku menghela napas, berusaha untuk
tidak mempedulikan perkataan Youngwon hyung.
Aku berusaha meredakan emosi dengan bermaksud minum. Tapi, belum sempat jariku
meraih gelas susu yang ada di samping kananku, gelas itu bergerak menuju
Youngwonhyung. Apalagi kalau bukan karena kemampuan telekinetiknya. Aku
mengepalkan genggaman tanganku.
"Susu untukku tidak manis, jadi
aku minta bagianmu saja ya, Jae?"
"Won-a!"
ibu yang sedari tadi diam, mulai menegur Youngwon hyung.
"Ne, eomma?" tanya Youngwon hyung.
"Berhentilah mengganggu
adikmu."
"Lho, apa kau merasa terganggu,
Jae?" Youngwon hyung malah bertanya padaku. Lalu tanpa rasa bersalah dia
meminum susu bagianku sampai habis.
Aku mengeraskan rahangku. Berusaha
sebisa mungkin menahan emosiku. Aku mendorong roti yang belum kusentuh dan
segera bangkit berdiri.
"Terima kasih untuk sarapannya.
Aku pergi ke sekolah dulu." aku pamit pada kedua orang tuaku.
"Tidak mau kuantar? Kau kan
tidak bisa berteleportasi." sindir Youngwon hyung. Seingatku dia juga tidak bisa.
"Dwaesseoyo (tidak usah), hyung pasti
sibuk. Sibuk mengejekku." sahutku ketus membuat Youngwon hyung tertawa.
***
Aku melihat Jun Hee dan Daehyun
sedang mengobrol berdua. Dari yang aku dengar, Daehyun menyukai Jun Hee. Tapi
sisi baiknya, Jun Hee tidak merespon perasaan suka Daehyun. Jadi untuk saat ini
aku tidak perlu khawatir dengan hubungan antara Daehyun dan Jun Hee.
Berusaha untuk tidak terlihat oleh
Jun Hee, aku memilih jalan lain. Seandainya bisa teleportasi, tentu aku sudah
lama tiba di kelasku tanpa harus repot-repot begini.
Seseorang menepuk bahuku, aku
berbalik dan kulihat Choi Jun Hong, adik Jun Hee sekaligus junior kami kelas 1
berdiri di depanku sambil tersenyum.
"Youngjae hyung kan?" tanyanya seakan memastikan. Memangnya dia tidak
bisa bacanametag yang terpajang di jas seragamku?
"Ya, ada apa?" aku
bertanya balik. Entah kenapa aku tidak bisa membaca pikirannya. Ini aneh.
"Akhir-akhir ini sepertinya kau
menjadi dekat dengan noona-ku?"
"Begitulah. Kenapa? Tidak
boleh?"
Jun Hong tertawa, memperlihatkan
deretan giginya yang berjejer rapi dan putih.
"Anieyo. Jujur saja, aku bukan pengidap sister complex. Aku tidak akan membatasi pergaulan noona-ku. Well, kupikir kau jauh lebih baik dari Jung Daehyun. Terus
terang saja, aku kurang suka cowok flamboyan itu mendekati noona-ku."
Aku menaikkan sebelah alisku. Masih
tidak mengerti kenapa kemampuan membaca pikiranku tidak bisa kugunakan pada Jun
Hong.
"Bahkan, kalau kau mau
berpacaran dengan Jun Hee noona, kau sudah mendapat restuku."
Nada bicaranya memang terdengar
polos, tapi aku merasa yakin ada yang disembunyikannya. Sial, kalau saja aku
bisa membaca pikirannya.
"Aku berkata begini karena aku
tahu kau orang yang istimewa." Setelah berkata begitu, Jun Hong sekali
lagi menepuk bahuku lalu berjalan menuju kelasnya. Aku mengikuti Jun Hong
melalui mataku sampai dia menghilang di balik pintu kelasnya.
Instingku berkata dia mencurigakan.
Aku melanjutkan langkahku melewati
kelas Jun hong menuju kelasku. Begitu tiba di kelas, Jun Hee sudah tampak
menunggu dengan duduk di bangkuku.
"Yoo Youngjae, annyeong~" sapa Jun Hee sambil tersenyum.
Aku tersenyum kaku membalas
sapaannya. Aku bisa merasakan tatapan beberapa orang, termasuk Jung Daehyun.
Begitu tiba di bangkuku, dengan iseng aku membaca pikiran Jun Hee. Dia terlihat
sangat senang karena aku menjadi semakin ramah padanya. Otot-otot wajahku
secara spontan menyuruhku kembali tersenyum. Kali ini agak lama. Pipi Jun Hee
merona merah.
"Apa kau sudah makan?
Ma-maksudku sarapan. Kebetulan aku membawa beberapa sandwich."
"Kebetulan sekali aku belum
sarapan. Apa aku boleh minta sandwich-nya?"
"Tentu saja!" sahut Jun
Hee tampak antusias.
"Terima kasih. Kapan-kapan aku
akan mentraktirmu."
'Astaga,
ternyata Youngjae baik sekali,' aku
membaca pikiran Jun Hee, membuatku tersenyum tipis.
Sayang sekali aku tidak sebaik yang
kau pikirkan, Jun Hee.
***
Jun Hee mengajakku jalan-jalan akhir
pekan nanti. Aku mengiyakannya, karena aku juga berencana mulai memasuki mimpi
Jun Hee pada malam harinya. Aku harap Jun Hee akan bermimpi indah setelah
pulang jalan-jalan nanti. Karena aku tidak mau memasuki mimpi buruk.
Sambil tersenyum, aku menutup pintu
lokerku. Entah apa ini karena efek sandwich tadi pagi atau karena rencana
jalan-jalan besok. Senyumku baru hilang saat menyadari Jung Daehyun yang entah
sejak kapan sudah berdiri menyadar pada sebuah loker yang terletak tiga loker
dari milikku. Kedua tangannya disilangkan di depan dada.
"Ternyata kau belum berubah ya,
Youngjae." celetuk Daehyun begitu aku akan melewatinya.
"Apa maksudmu?" sebenarnya
aku malas menanggapi omongannya. Aku tidak menoleh padanya karena tidak mau
membaca pikirannya. Toh nanti dia sendiri yang akan mengatakan apa tujuannya.
"Aku tahu apa alasanmu
mendekati Jun Hee. Kau ingin menjadikannya sebagai targetmu kan?"
"Tidak ada urusannya
denganmu!"
"Jelas ada kan? Aku ini bisa
dibilang sebagai 'mantan' targetmu dan kebetulan Jun Hee juga adalah orang yang
kusukai."
Jantungku berdenyut menyakitkan dan
dadaku terasa sesak.
"Aku tidak menyangka kau masih
memiliki keberanian menjadi... apa itu -Lucidian? Huh, apa Lucidian itu
memerima pengkhianat sepertimu?"
Aku menarik kerah seragam Daehyun.
"Jung Daehyun! Sebaiknya kau
jaga ucapanmu! Kau tidak tahu apa-apa tentang Lucidian."
"Yeahh, aku agak menyesal
terlahir sebagai orang biasa. Coba aku dilahirkan sebagai Lucidian sepertimu.
Aku ingin sekali bisa mengelola mimpiku sendiri. Pasti menyenangkan ya?"
Satu lagi orang menyebalkan setelah
Youngwon hyung.
Aku menyeringai. Lalu menatap
Daehyun dengan tatapan menantang.
'Mau apa
dia?' ujar suara hati Daehyun.
"Mau kuberitahu rahasia
bagaimana orang biasa sepertimu bisa menjadi Lucidian?" tanyaku
"Ti-tidak perlu. Aku tidak
tertarik menjadi Lucidian."
"Sayang sekali. Padahal aku
ingin berbagi pengalaman bagaimana rasanya mengelola mimpi itu." kataku
sambil berlalu meninggalkan Daehyun.
"Kau pikir menyenangkan bisa melakukan
kesalahan seperti dua tahun lalu?"
Aku tertegun. Sudah kubilang
kejadian itu bukan sepenuhnya salahku!!!
***To Be
Continued*** 140808
Tidak ada komentar:
Posting Komentar