Title
: Lucid Dream
Author
: Park Su Jan
Genre
: Fantasy
Cast(s)
: B.A.P (Youngjae, Daehyun, Zelo) & OC
Chapter
4
Note
:
*Yoo
Youngjae's POV*
Apa kau ingin tahu
seperti apa rasanya sensasi memasuki mimpi seseorang? Meskipun ini baru pertama
kalinya aku memasuki mimpi seseorang, tapi aku bisa memastikan sensasinya jauh
berbeda dibanding ketika aku mengelola mimpiku sendiri.
Begitu mulai
memejamkan mata dan merapal mantra, aku merasa jiwaku tersedot ke dalam sebuah
terowongan panjang yang di sekelilingnya berkerlap-kerlip seolah aku sedang
melayang di ruang angkasa. Tubuhku mati rasa dan aku tidak bisa berbuat
apa-apa. Menurut buku yang kubaca, banyak para Lucidian yang tidak mampu
melewati fase ini sehingga mereka terjebak, mereka akan mengalami lumpuh pada
anggota tubuh seperti yang dialami kakakku, yang paling fatal adalah jiwa mereka
menghilang sehingga dalam kehidupan nyata, mereka akan seperti mati suri.
Sedikit lagi. Aku
yakin aku bisa melewati fase ini, sejauh ini aku sudah bertahan. Aku pasti bisa
bertahan.
Tidak butuh waktu
lama, aku akhirnya melihat sebuah cahaya biru yang menyambutku di depan
terowongan itu. Cahaya itu terang tetapi anehnya tidak menyilaukan.
Aku melewati cahaya
itu dengan mudah. Lalu aku sadar aku sudah berada di dalam mimpi Jun Hee.
Ternyata seperti ini rasanya berada di alam mimpi seseorang. Tapi kenapa
keadaan di sini sangat gelap dan sepi? Apa ... Jun Hee sedang bermimpi buruk?
Grusakk!!!
Terdengar bunyi
sesuatu di bawah jembatan di bawahku. Karena penasaran, aku berjalan ke sana
untuk memeriksanya. Betapa kagetnya aku melihat Jun Hee terjebak di suatu
tempat yang seperti lumpur hidup dengan kedua kakinya sudah terhisap hampir
mencapai lututnya. Dia terlihat sangat panik dan berusaha melepaskan diri dari
tempat itu.
Seseorang berjalan ke
arahnya. Seseorang bertubuh jangkung, memakai jubah hitam dan bersepatu bot
dengan seuntai rantai di tangannya. Melihat gerak-geriknya, aku yakin orang itu
ingin menangkap Jun Hee.
Tidak. Tidak.
Sekalipun ini hanya mimpi Jun Hee, aku tidak ingin Jun Hee mengalami mimpi
buruk seperti ini.
"Jangan diam
saja. Cepat lari!" seruku. Walaupun sudah yakin Jun Hee tidak akan bisa
mendengarnya. Aku baru saja mencoba mencapai tingkat Meganic Dreamer seperti
yang dilakukan Youngwon hyung, jadi aku hanya bisa menonton dari sini.
Tapi tanpa kusangka,
sekarang Jun Hee mengedarkan pandangannya ke sekeliling seolah-olah mencari
asal suaraku. Aku sempat kaget. Ini fenomena langka bagi para Meganic Dreamer.
Begitu yakin Jun Hee bisa mendengarku, aku kembali berseru.
"Kalau tidak bisa
lari sebaiknya kau cepat bangun. Di sini berbahaya!"
"Aku ingin lari,
tapi aku tidak bisa!" aku bisa mendengar Jun Hee menjawab seruanku.
"Kalau begitu,
biar aku saja yang membangunkanmu!" tegasku lalu secepat mungkin berlari
menyelamatkan Jun Hee.
AKu berusaha menarik
kedua lengannya yang ternyata tidak sulit. Aku heran kenapa Jun Hee bilang dia
tidak bisa keluar dari sana. Kutarik Jun Hee ke dalam pelukanku, aku bisa
merasakan Jun Hee gemetar ketakutan.
"Dasar
bodoh!" kataku padanya. Yang benar saja! Ini kan hanya mimpi!
Tunggu dulu! Kalau Jun
Hee bisa mendengar dan aku bahkan bisa menyentuhnya, bukankah itu berarti aku
memasuki tingkatan Giganic Dreamer seperti kedua orang tuaku? Apakah itu
artinya aku melewati tingkatan Meganic Dreamer? Bagaimana bisa?
Tiba-tiba aku
menyadari sosok jangkung itu masih berdiri di seberang sungai lumpur di depan
kami. Orang itu tidak melakukan apa-apa. Dia hanya menatap tajam ke arahku dan
menyeringai. Detik kemudian aku sadar, meskipun keadaan sekitar sangat gelap,
tapi aku yakin aku bisa melihat seringainya. Seringai itu mirip dengan senyuman
aneh yang ditunjukkan oleh orang yang sama. Sosok yang juga bertubuh jangkung
dan menyapaku dengan ramah.
Choi Jun Hong!
Apa maksud semua ini?
***
Kriinggg!!!
Bunyi alarm ponsel
membawaku kembali ke dunia nyata. Orang-orang yang ada di sekelilingku menoleh
dan memasang ekspresi yang menunjukkan mereka terganggu. Buru-buru kumatikan
alarmku dan berkali-kali menundukkan kepala meminta maaf.
Aku menatap layar lebar
di depanku dan mendadak paham kenapa orang-orang memasang ekspresi seperti
terganggu itu. Sekarang film tu sedang menampilkan adegan melankolis. Si
pemeran utama wanita tampak sedang berjuang melawan penyakitnya dan terbaring
di sebuah ranjang rumah sakit, didampingi oleh si pemeran utama pria yang duduk
di sampingnya sambil mengelus rambut wanita itu dan menangis tersedu-sedu.
Bunyi alarm di ponselku tentu saja merusak konsentrasi mereka.
"Youngjae!"
tiba-tiba aku mendengar Jun Hee berbisik memanggilku. Ternyata dia juga sudah
bangun. Aku menoleh padanya. Karena gelap, aku tidak bisa melihat matanya.
Lagipula, sekarang dia menundukkan kepalanya.
"Wae?" tanyaku.
"Bisakah kau
lepaskan genggamanmu? Tanganku berkeringat."
Aku langsung tersadar
kalau sedari tadi aku terus menggenggam tangan kiri Jun Hee. Segera kulepaskan
genggamanku, lalu Jun Hee mengelap tangannya yang berkeringat dingin dengan
sapu tangannya.
"Tanganku mudah
sekali berkeringat, apalagi setelah bermimpi buruk." keluhnya.
"Jadi kau sama
sekali tidak menonton film ini?" tanyaku pura-pura tidak tahu.
"Ngg... aku tadi
tertidur cukup lama. Bagaimana? Apa filmnya bagus?"
Aku mengangkat bahu.
"Entahlah, aku juga tertidur."
"Maaf... aku
mengajakmu nonton film ini tapi ternyata filmnya membosankan."
"Tidak apa-apa.
Aku hanya merasa mengantuk saat melihatmu tertidur. Aku sengaja ingin tidur,
bahkan aku sengaja mengatur alarmku agar berbunyi setelah dua jam."
"Hajiman (tapi)... Youngjae..." Jun Hee
berkata ragu-ragu.
"Ada apa?"
"Tidak. Tidak ada
apa-apa."
Sial. Pasti ada yang
disembunyikannya. Aku tidak bisa membaca pikirannya kalau dia terus menunduk
seperti itu.
"Youngjae-ya," panggilnya lagi. aku memasang
telingaku. Menunggu kalimat selanjutnya. "Terima kasih."
"Huh? E-eo (y-ya)." sahutku walaupun bingung untuk apa dia berterima
kasih.
***
*Choi
Jun Hee's POV*
Youngjae mengajakku
menikmati es krim di sebuah kedai. Aku senang sekali hari ini. Walaupun
Youngjae jarang bicara, tapi dia adalah pendengar yang baik. Apapun yang
kukatakan, dia selalu mendengarkanku danmenanggapi dengan komentarnya yang
singkat.
Hanya ada satu
pengecualian hal yang tidak ingin didengarnya. Dia tidak ingin mendengar
ceritaku tentang mimpi burukku. Dia bilang, jika seseorang menceritakan
mimpinya, maka hal itu bisa menjadi kenyataan. Dan aku tentu saja tidak
menginginkan hal itu terjadi.
Tapi mengenai mimpi
burukku ini, bukan sekali-dua kali saja aku mengalami mimpi yang sama dan terus
menerus berulang ini. Hal itu membuatku benar-benar merasa khawatir. Barusan
pun begitu juga. Aku kembali mengalami mimpi aneh itu. Yang membuatnya berbeda
dari yang sudah-sudah adalah mimpi kali ini ada seseorang yang menolongku. Aku
tidak bisa melihat wajahnya, tapi yang membuatku merasa aman adalah suara orang
itu mirip Youngjae.
Untuk itulah aku
berterima kasih padanya. Karena sudah membuat mimpiku tidak seburuk yang
sudah-sudah.
Drrtt!
Aku merasa ponselku
bergetar. Ada pesan masuk dari Daehyun.
-Kau
benar-benar pergi bersama Youngjae? Kau rela menolak ajakanku demi dia? 유.유-
Aku membalas pesan
Daehyun dengan mengatakan 'maafkan aku' lalu menatap Youngjae. Sebenarnya apa
hubungan antara Youngjae dan Daehyun? Kenapa seakan-akan Daehyun benar-benar
khawatir kalau aku sedang bersama Youngjae? Apalagi kejadian kemarin, di saat
aku tidak sengaja melihat mereka mengobrol serius di ruang loker.
Youngjae menghela
napas.
"Kemarin kau ada
di sana kan? Di ruang loker itu?" tanya Youngjae membuatku kaget.
"Eotteokhae arra (bagaimana kau bisa tahu)?"
"Keunyang (begitulah). Seperti yang kau lihat, aku
dan Daehyun tidak memliki hubungan yang baik."
"Tapi..."
aku bingung bagaimana cara menyampaikan pertanyaanku. Aku takut Youngjae akan
tersinggung.
Youngjae tersenyum.
"Solijikhi marhae (katakan saja terus terang)."
"Kau dan
Daehyun... apakah kalian pernah berteman? So-soalnya kalian tidak pernah
terlihat saling bertegur sapa di sekolah, tapi tiba-tiba aku melihat kalian
berbicara seolah-olah kalian sudah saling mengenal cukup lam. A-abaikan saja
pertanyaanku jika kau tidak mau menjawabnya."
"Dulu kami memang
berteman. Bukan, dulu dia adalah sahabatku. Tapi ada suatu kejadian yang
mengubah persahabatan kami.' Youngjae tampak menerawang, lalu tersenyum sedih.
"Kejadian...
apa?"
"Kejadian yang
membuatku terus dihantui perasaan bersalah hingga sekarang. Aku berusaha
menghindari bertatapan muka dengan Daehyun karena rasa bersalahku. Aku tidak
sanggup melihatnya karena aku tahu dia pasti membenciku."
"Kalau kau merasa
bersalah bukankah seharusnya kau minta maaf?"
Youngjae menatapku
agak lama. Lalu dia menunduk.
"Kau benar, tapi
aku terlalu takut kalau dia tidak akan mau memaafkanku."
"Setidaknya kau
sudah berusaha kan? Minta maaflah supaya hatimu tenang."
Youngjae tampak
mencerna ucapanku, dan dia pun tersenyum.
"Arrasseo (aku mengerti). Aku akan berusaha minta maaf
padanya. Terima kasih sudah menyadarkanku, Jun Hee-ya."
***
*Yoo
Youngjae's POV*
Begitu pulang setelah
mengantar Jun Hee sampai depan pintu pagar rumahnya, aku dikagetkan dengan
kemunculan Daehyun di depan sebuah gerbang
menuju rumahku. Mau
apa dia malam-malam begini?
Aku mengepalkan
tanganku dan mengumpulkan keberanianku. Ini saatnya aku harus mencoba minta
maaf padanya.
"Daehyun."
"Youngjae."
Kami terdiam setelah
saling menyapa secara bersamaan. Lalu Daehyun mengalihkan pandangannya.
"Mian." gumamnya, tanpa melihatku.
"Hm?" aku
bingung kenapa dia minta maaf.
"A-aku rasa
kemarin aku sudah keterlaluan berkata seperti itu padamu. Jadi aku minta
maaf."
Aku mengeraskan
rahangku.
"Kenapa kau minta
maaf?" tanyaku frustasi.
"Musun soriya (apa maksudmu)?"
"Kenapa kau minta
maaf padahal sebenarnya aku yang salah. Kau seperti menambah perasaan
bersalahku. Kejadian dua tahun yang lalu..." aku berusaha menahan dadaku
yang sesak. "Aku benar-benar minta maaf padamu. Nae ga jal
mothaesseo (aku benar-benar
bersalah). Karena kejadian itu kau jadi tidak bisa bermimpi lagi. Mianhada (maaf)." aku membungkukkan tubuhku 90
derajat. Aku tidak sanggup melihat Daehyun.
"Sebenarnya aku
tidak terlalu mempermasalahkan itu. Yang aku sesalkan adalah kenapa waktu itu
kau tidak berusaha mengejarku dan langsung meminta maaf? Aku tidak menyangka
kau malah diam saja di situ."
"Kau yang bilang
kalau aku sudah kehilangan sahabatku!"
"Apa kau bodoh?
Bukankah kau seharusnya menyangkal kalimatku itu? Kenapa kau menerima begitu
saja omonganku?"
"Waktu itu ...
ketika aku hendak mengejarmu... tiba-tiba hyung-ku berkata kedua kakinya mati rasa. Dia
berkata dengan begitu panik sampai aku bingung harus bagaimana. Tidak mungkin
aku meninggalkan hyung-ku dalam keadaan seperti itu."
"Lalu kenapa
setelahnya kau tidak minta maaf? Kau tahu betapa lamanya aku menunggu kalimat
maaf itu keluar dari mulutmu? Kupikir kau sudah tidak mau lagi berteman
denganku."
"Aku takut!
Kupikir semua sudah terlambat. Aku menghindarimu dan menolak bertatapan
denganmu karena takut begitu aku membaca pikiranmu... kalau ternyata kau
membenciku."
"Memangnya kau
pernah dengar aku berkata seperti itu? Bodoh!"
"Maafkan
aku!"
"Aissh, jinjja. Karena kesalah pahaman ini, kita tidak
bertegur sapa selama dua tahun."
Aku melihat Daehyun
mengusap air matanya dengan punggung tangan. Aku tersenyum lega. Dari dulu dia
memang orang yang melankolis.
Untuk pertama kalinya
setelah dua tahun, aku memberanikan diriku kembali membaca pikiran Daehyun.
'Sial.
Seperti orang bodoh saja menangis seperti ini di hadapan orang bodoh.' gerutu Daehyun dalam hatinya lalu dia tertawa
sambil tetap mengeluarkan air mata.
Ya. Kami berdua adalah
orang bodoh yang dipermainkan oleh kesalahpahaman.
*To
be Continued* 140811
Tidak ada komentar:
Posting Komentar