Selasa, 08 September 2015

[Fanfiction] BEFORE THE FULL MOON RISES part 3




[Fanfiction] BEFORE THE FULL MOON RISES part 3
Authorized by : Ujen / 박수잔
Cast(s) : Moon Ga Young & GOT7 (Mark, Jr., JB, Jackson, Youngjae, Bambam & Yugyeom)
Genre : School life, Fantasy
Disclaimer : The story and cover are belong to me.
Chapter 3 : His Secret



Ga Young melirik Youngjae yang terlihat berbeda hari ini. Dia tidak tidur di tengah pelajaran berlangsung seperti biasanya dan malah terlihat fokus memperhatikan pelajaran. Tapi kemudian Ga Young menyadari pandangan Youngjae terlihat menerawang, bukannya sedang mendengarkan penjelasan guru di depan.

Wae? Ada yang aneh dengan wajahku?” bisik Youngjae tiba-tiba.

Ga Young kaget karena ternyata Youngjae sadar kalau dia sedang diamati olehnya. “Oh? Anieobseo (tidak, tidak ada apa-apa),” jawab Ga Young, membuat Youngjae melirik curiga padanya.

Youngjae terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi diurungkannya. Dia menggelengkan kepala lalu perlahan-lahan melirik ke arah Mark dan Jinyoung berulang kali. Alisnya bertaut dan jarinya sibuk mengelupas lapisan kulit kering di bibirnya.


“Ada apa? Kau tampak sedang kebingungan? Sakit?” tanya Ga Young hati-hati.

Mu-musun mariya (bicara apa sih)? Aku cuma… hoaahh, tiba-tiba aku merasa ngantuk.” Youngjae terlihat salah tingkah dan detik berikutnya, kepalanya sudah bertumpu di atas meja, membelakangi Ga Young. Namun kali ini dia tidak tidur, pikirannya melayang ke waktu malam sebelumnya.


Satu hari sebelumnya.

Youngjae sedang menekan-nekan tuts pianonya sementara ayahnya mendengarkan permainannya sembari duduk di sofa. Youngjae menghentikan permainannya untuk melihat wajah ayahnya.

Heran, tidak biasanya appa mau menemaniku latihan, batin Youngjae.

“Ada apa?” Tanya Tuan Choi.

“Isange (ini aneh)… Apa ada yang ingin Appa katakan?”

Mata Tuan Choi melebar, lalu dia tertawa pelan. “Nak, kau itu terlalu blak-blakan,” lalu mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegak dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.


“Ayah dengar kau mendapatkan teguran dari sekolah karena sering tidur di kelas?”

Youngjae memutar bola mata. “Mau bagaimana lagi? Hampir semua pelajaran yang diajarkan sudah kukuasai. Appa, kenapa kau menyuruhku sekolah seperti Jinyoung di sini?  Materi yang diajarkan jauh tertinggal dibanding di dunia paralel kita. Aku jadi bosan.”

“Itu supaya kau tetap bisa mengawasi Jinyoung dan rekan-rekannya. Siapa yang tahu dia merencanakan sesuatu di sekolah. Hingga saatnya tiba. Kau harus tetap berada di dekatnya. Kau mengerti?”

“Hah?”

“Ayah mendapat info dari NASA bahwa sebentar lagi akan ada Blue Moon.”

“Blue Moon?”

“Ya. Fenomena bulan purnama yang muncul dua kali dalam periode satu bulan. Kau tahu apa artinya?”

Youngjae tidak merespon apa-apa, jadi ayahnya melanjutkan. “Kesempatan untuk kita terbuka lebar. Pihak kerajaan masih belum tahu tentang hal ini. Mereka berencana akan melakukan ritual Pengangkatan Jiwa Murni itu di saat bulan purnama muncul di akhir bulan, satu bulan yang akan datang. Tapi, sebelum saat itu tiba, kita akan menggunakan Jiwa Murni itu lebih awal dari mereka. Kau bisa bayangkan? Dengan kekuatan yang kita dapat dari Jiwa Murni di saat bulan purnama, Ayah akan menguasai kerajaan Centauri dan juga kau, akan diangkat menjadi Putra Mahkota , menggantikan Jinyoung. Bukankah itu hal yang bagus?”

Youngjae menatap nanar ayahnya yang menyeringai. Dia ingin bilang bahwa sejak dulu, dia tidak tertarik dengan urusan Putra Mahkota dan sebagainya. Yang dia inginkan adalah perhatian dan kasih sayang ayahnya bisa kembali dia rasakan. Seperti dulu. Sebelum ayahnya berubah menjadi orang yang haus akan kekuasaan.

***

Panti Asuhan Love House.

Ga Young menghela nafas berat. Sudah jauh-jauh datang ke sini, ternyata anak-anak panti sedang berdarmawisata ke Busan. Praktis tidak ada yang bisa dia temui di sini sekarang.

Padahal aku sudah lama tidak berkunjung, gerutu Ga Young sambil melap keringat di dahinya. Dia memutuskan untuk pulang ketika matanya menangkap seorang laki-laki berseragam SMA yang sama sepertinya sedang mengamati papan nama panti. Ga Young mengucek matanya lalu menyadari kalau itu adalah Mark. Jadi Ga Young memutuskan untuk mendekatinya.

Jeogi (permisi)~”

Tidak ada respon dari Mark yang berdiri di sampingnya, telinganya tertutup earphone sehingga Ga Young harus mengulangi ucapannya.

Jeogi, Mark,” sapa Ga Young hati-hati dengan jari telunjuk menyentuh pergelangan tangan Mark. Detik berikutnya, Mark kaget dan refleks mendorong tubuh Ga Young, sehingga Ga Young jatuh terduduk di tanah.

“Ugh, apha (sakit),” gumam Ga Young sambil mengelus pantatnya yang terasa berdenyut.

“Aii, kkamjakkiya (kau mengagetkanku)!” Mark berusaha menghilangkan rasa kagetnya sambil memukul-mukul pelan dadanya. Dilihatnya Ga Young yang jatuh terduduk di depannya, bermaksud untuk menolongnya berdiri tapi tiba-tiba dia ingat dia tidak bisa melakukannya.

Gwaenchanha (baik-baik saja)?” walaupun terkesan datar, tersirat nada kekhawatiran dari suaranya. Ga Young susah payah berdiri sambil memeriksa apakah ada luka di lengannya.

“Ya,”

“Maaf, tadi aku refleks, sama sekali tidak bermaksud kasar.”

Ga Young mengerucutkan bibir. “Kalau merasa bersalah, bukankah seharusnya kau membantuku—“ Ga Young tidak melanjutkan kalimatnya. Merasa teringat sesuatu. Dia meraba kalungnya lalu mengamati Mark yang berdiri dengan ekspresi bingung.

Mata Ga Young terasa panas, perlahan-lahan, dia melirik sesuatu di pergelangan tangan Mark. Mark memakainya, memakai gelang yang memiliki bandul yang sama dengan liontin kalungnya.

“Yi… En-ie?” ucap Ga Young ragu-ragu, membuat Mark kaget karena mendengar nama Mandarin-nya disebut. “Yi En-ie, matji (benar kan)?”

Sesaat Mark tidak berkata apa-apa, namun kemudian dia tersenyum lega.

“Akhirnya ingat juga, Ga Young-ah? Tidak kusangka butuh waktu lama.”

Ga Young mengusap setetes air mata yang jatuh di pipinya. “Jaljinaeni (baik-baik saja), Yi En?”

“Mark. Sekarang namaku Mark,” ralat Mark.

“Oh? … baiklah,” gumam Ga Young setengah tidak rela.

Yeogiseo mwohae (sedang apa di sini)?” tanya Mark, membuat Ga Young tersenyum.

“Tadinya mau melakukan kunjungan bulanan. Aku selalu melakukannya, karena di tempat inilah aku dibesarkan. Kau sendiri?”

Mark mengangkat bahu. “Entahlah, tiba-tiba saja aku merasa kangen tempat ini, jadi aku ke sini.”

“Kenapa tidak bilang kalau kau adalah Yi En? Aku sudah berburuk sangka, mengira kau murid baru yang sombong. Fobiamu masih ada ternyata.”

“Fobia apa?”

Mysophobia (fobia terhadap kuman). Kau masih tidak suka disentuh dan menyentuh orang lain kan?”

Mark tersenyum, bukan tidak suka, tapi tidak bisa. Dan terutama jika orang itu adalah kau.

“Kau masih memakainya,” Mark menunjuk kalung yang dikenakan Ga Young.

Eung,” Ga Young mengangguk. “Hanya dengan cara ini aku bisa mengingatmu. Aku bahkan tidak punya fotomu.”

“Maaf ya, karena tidak pernah memberitahu kabarku.”

“Tidak apa. Yah, walaupun aku sedikit kecewa sih karena kau tidak memberitahuku. Kupikir kita teman. Aku dengar kau mengalami masa-masa sulit? Orangtua angkatmu meninggal karena kecelakaan?”

Mark menunduk, menggigit-gigit bibirnya sambil mengingat kejadian mengenaskan itu.

Dahaengida (syukurlah), sekarang semuanya baik-baik saja,” gumam Mark menahan pahit di tenggorokannya.

“Benarkah?” Ga Young tersenyum lega. “Aku senang mendengarnya.”

Suasana mendadak canggung karena masing-masing tidak tahu harus bicara apa.

Keuromkachi kallae (kalau begitu… mau pulang bareng)?” usul Mark yang langsung disambut dengan anggukan penuh semangat Ga Young.

***

Beberapa hari kemudian.

Keempat murid baru minus Youngjae berkumpul di depan toilet murid laki-laki di sekolah. Jackson yang mengajak mereka berkumpul karena dinilainya tempat itu yang paling sepi di area sekolah.

“Tidak ada tempat berkumpul yang lebih pantas?” kritik Jaebum sambil mengamati langit-langit.

“Memangnya kenapa? Tempat ini kan bersih juga,” Jackson membela diri.

Jinyoung mendengus geli. “Jadi, apa hal yang ingin kau bicarakan? Tidak mengenal kemajuan teknologi yang bernama internet?”

“Pembicaraan lewat ponsel bisa dengan mudah disadap. Jadi lebih baik kita bicara face to face seperti ini,” Jackson bicara dengan aksen Amerika-nya.

“Jadi?” tanya Jaebum tidak sabaran.

Jackson mengamati sekeliling, setelah memastikan mereka benar-benar aman, dia mulai kalimatnya. “Beberapa hari lalu aku mendengar kabar bahwa ayah Youngjae, Perdana Menteri Jehan sedang berencana melakukan kudeta, maksudku, mereka berencana merebut Jiwa Murni dari kita.”

“Jiwa Murni yang kita bicarakan ini masih hidup,” tegur Jinyoung. “Dan dia bukan milik kita.”

“Bukan itu poinnya,” tegas Jackson. “Aku tidak tahu rencana apa yang dia maksud, tapi aku curiga… Youngjae adalah mata-mata.” tandas Jackson.

“Hati-hati dengan ucapanmu. Walau bagaimanapun, Youngjae adalah salah satu anggota kerajaan. Dia putra dari paman Pangeran Zen, dan itu artinya, Youngjae juga termasuk daftar pewaris tahta.”

“Makanya kan… aku bilang mungkin saja Perdana Menteri Jehan merencanakan sesuatu untuk merebut tahta dari Pangeran Zen—Jinyoung. Dan menggunakan Youngjae sebagai mata-mata.”

“Aku memang tidak menyukai pamanku. Tapi aku percaya pada Youngjae. Biar bagaimanapun, kami sudah dibesarkan bersama-sama sejak kecil. Dia sudah seperti adik bagiku.” Jinyoung seakan-akan bicara pada dirinya sendiri.

“Jangan khawatir,” Jinyoung menatap Jackson dan Jaebum bergantian. “Youngjae adalah anak yang baik.”

***

“Bisa bantu aku?” tanya Youngjae begitu saja ketika dia menemukan Mark sedang tekun membaca di perpustakaan.

Mwol (tentang apa)?” Mark bertanya balik.

“Mencari cara selain Ga Young—untuk diambil jiwanya dengan sesuatu yang lain. Sesuatu yang tidak merugikan siapapun. Baik di dunia ini maupun dunia parallel kita.”

Mark mendengus. “Memangnya kau pikir, cara lain itu ada?”

Isseoseo (ada). Aku pernah mendengar pembicaraan kakek kami—kakekku dan Jinyoung waktu aku masih kecil. Dia bilang sesuatu yang menjadi kenangan si Jiwa Murni memiliki kekuatan sama besar dengan pemiliknya.”

“Dan itu apa artinya?” Dada Mark berdebar-debar keras. Dia menemukan suatu cara menyelamatkan Ga Young pada akhirnya. Mark berdebar penuh harap.

Mollaseoji (aku tidak tahu kan)? Makanya aku minta bantuanmu.”

“Kenapa aku?”

Youngjae terdiam. Tatapannya berubah sedih. “ Aku tidak bisa membicarakan hal ini pada Jinyoung. Karena sepertinya dia mencurigaiku.”

***To Be Continued***
150907. 21.25 WIB
Ujen/박수잔

Tidak ada komentar:

Posting Komentar