Rabu, 29 April 2015

[FF Request] Forever Young -Chapter 3-



Title : Forever Young
Author : Park Su Jan (Tsujana Albarabumulih)
Casts : Ji Chang Wook & OC (Ahn Cheon Sa)
Genre : slice of life
Chapter 3 : Bimil Messeji (Secret Message)


Seoul, September 2014.

Chang Wook menghirup kopi hangat yang dibuat ibunya sebagai pengganti sarapan pagi. Sebelah tangannya yang bebas sibuk membersihkan debu yang mungkin menempel pada lukisan di depannya. Lukisan yang dilukisnya saat usianya baru menginjak 15 tahun. Lukisan yang diam-diam digambarnya tanpa sepengetahuan siapapun. Sampai kapanpun, ini adalah lukisannya yang paling istimewa di antara lukisannya yang lain.

Ponselnya bergetar, Chang Wook merogoh kantong celana training yang dikenakannnya untuk mengambil ponsel itu. Diliriknya nama yang tertera di layar sebelum akhirnya menjawab.

“Oh, Eomoni (ibu- biasanya digunakan untuk memanggil ibu orang lain ataupun ibu mertua)?” Chang Wook menyapa orang yang meneleponnya dengan nada ramah.

“Nappeun adeul (bocah nakal)! Kenapa kau tidak bilang-bilang kalau sudah kembali ke rumah lama? Kalau aku tahu, aku akan—“

“Aku sengaja tidak memberi tahu Eomoni karena aku yakin Eomoni pasti akan sibuk membuatkanku ini itu.”

“Dasar kau ini… Ah, bagaimana dengan terapimu? Sudah bertahun-tahun sih, tapi aku tetap saja khawatir kalau kau kenapa-kenapa. Apalagi kau baru saja melakukan perjalanan udara yang cukup lama,” suara orang di seberang Chang Wook tampak begitu khawatir.

Nan gwaenchanhayo, Eomoni (aku baik-baik saja, Bu)~ Kkokjeongmaseyo (jangan khawatir)~ nanti malam aku akan makan di rumah Eomoni. Buatkan aku jjampong ekstra pedas.”

“Michin nom (orang gila)!~ orang sepertimu seharusnya dirawat oleh pskiater, bukan dokter jantung. Walaupun kau sudah menjamin operasimu sukses, tapi aku tidak mau jadi penyebab operasimu yang lain. Dasar gila! Awas kalau kau tidak datang!”

Chang Wook terkekeh. “Ne~ arrayo (iya, aku ngerti)~ tapi Eomoni tidak bohong kan waktu bilang kalau anak gadis Eomoni masih sendiri?”

“Aahh~ gadis gila itu? Setiap ada laki-laki yang datang mendekatinya, dia akan mengusirnya. Begitu juga saat di sekolah dan tempat kerjanya. Sikapnya seperti preman saja. Semaunya sendiri. Padahal tidak bisa melukis, tapi tetap saja menghabisnya waktu di depan kanvas. Aku khawatir dia akan jadi perawan tua atau berakhir di rumah sakit jiwa.”

Chang Wook menahan diri untuk tidak tertawa lepas walaupun sangat ingin. Ibu dan anak sama saja.

“Sebaiknya kau segera temui dia. Sepertinya aku sering melihatnya melamun sambil memegang kertas lusuh. Kalau sampai dia gila sungguhan, aku akan mengirim kalian berdua ke panti rehabilitasi gangguan mental.”

Ne~”

“Baiklah, kalau begitu aku tutup dulu. Apa ada pesan untuk anakku?”

“Tidak ada. Aku akan menemuinya sendiri di museum.”

“Keurom (baiklah kalau begitu).”

Chang Wook menatap layar ponselnya yang baru saja mendapat panggilan masuk. Betapa dia sangat merindukan suara ceplas-ceplos eomoni-nya. Chang Wook sudah tidak sabar ingin segera bercengkerama dengan keluarga Ahn, tetangga di samping rumahnya. Sayangnya, anak gadis mereka saat ini sedang lembur kerja karena sibuk mengurus pameran lukisan miliknya yang akan digelar bulan November nanti.

“Aku bertaruh siapa yang terlebih dulu akan mengenali siapa. Aku, atau kau.” bisiknya pada lukisan di depannya.
***

Awal Agustus 2002.

Cheon Sa mengamati lagi surat yang ditinggalkan Chang Wook entah untuk yang ke berapa kalinya. Cheon Sa tidak mengerti apakah sebenarnya Chang Wook masih marah padanya atau merasa bersalah, karena isi surat itu hanya bertuliskan satu kalimat pendek yang terasa menggantung hasil tulisan tangan Chang Wook. Dilihat berkali-kalipun, tulisan itu tetap tidak berubah.

Mianhada, hajiman…”

Cheon Sa tersentak kaget mendengar suara yang tiba-tiba dari belakangnya. Dia berbalik lalu mendapati Han Jang Mi, senior satu tahun di atasnya dan satu klub dengannya di klub sastra Korea menyembulkan kepala dibelakangnya.

“Kau mengagetkanku, Sunbae~”

Jang Mi nyengir tanpa merasa bersalah, matanya melirik curiga pada kertas yang sedang dipegang Cheon Sa. Dengan sekali gerakan gesit, direbutnya kertas itu dari tangan Cheon Sa.

Sunbae~ kembalikan!!” pinta Cheon Sa.

“Aku hanya penasaran ini dari siapa. Tenang~ tidak akan kurusak kok.” Jang Mi menggoda Cheon Sa lalu mengangkat tinggi-tinggi kertas itu sehingga Cheon Sa menyerah untuk merebutnya.

“Terserahlah~” gumam Cheon Sa pasrah.

Jang Mi melirik Cheon Sa, lalu memilih duduk di samping Cheon Sa. Surat itu diletakkan di pangkuannya sementara tangannya membuka tutup botol air mineral yang baru saja dibelinya di kantin sekolah.

“Surat dari siapa sih?” tanya Jang Mi setelah minum satu teguk air.

“Michele oppa.”

“Michele oppa? Wiguk sarami (orang asing)?”

Ani, hanguk saramiya (bukan, dia orang Korea). Naui cheot sarangiya (cinta pertamaku).”

“Romantisnya~ Lalu, di mana dia sekarang?”

“New York.”

“New York? New York yang di USA itu?” mata Jang Mi melebar.

“Memangnya New York ada di mana lagi?” Cheon Sa mengeluh.

Jang Mi mengangguk-angguk. Lalu dia ingat ada hal yang ingin ditanyakannya pada Cheon Sa.

Keurom~ apa hubunganmu dengan Ji Chang Wook sunbae?”

Wae?”

Jang Mi mengangkat bahu. “Setahuku kalian tetanggaan kan? Tapi sepertinya hubungan kalian lebih dari sekedar tetangga. Aku memperhatikan sepertinya Chang Wook sunbae sangat peduli sekali padamu.”

Cheon Sa mendengus geli. “Eeii, solma (tidak mungkin)~”

“Lho, memangnya kau tidak sadar? Chang Wook sunbae itu terkenal dengan sikapnya yang dingin. Bahkan guru-gurupun segan padanya. Dia diusulkan jadi ketua OSIS, tapi dengan tegas dia menolak. Tapi kalau itu menyangkut dirimu, dia akan rela bolos kelas. Tidak ingat siapa yang menolongmu waktu kau pingsan karena terlalu semangat latihan lari marathon itu? Itu Chang Wook sunbae! Dia bahkan menungguimu di UKS beberapa jam. Aku tahu pasti hal itu karena aku yang bertugas menjaga UKS hari itu. Dan kau tahu apa yang membuatku begitu mengingat kejadian itu?” Jang Mi menggantung pertanyaannya.

“Apa… itu?” tanya Cheon Sa penasaran.

Jang Mi tersenyum dengan ekspresi seakan sedang menonton adegan romantis.

“Aku melihat Chang Wook sunbae melukis wajahmu yang sedang tidur di buku sketsanya. Kyaa~” Jang Mi kagum sendiri mengingat momen itu. “Mungkin dia tidak tahu kalau aku mengintipnya. Tapi aku tidak bisa melupakan ekspresinya saat itu, dia terlihat begitu bahagia, kau tahu?”

Cheon Sa terlihat salah tingkah, tapi dia berusaha mengendalikan ekspresinya, apalagi teringat pernyataan yang pernah keluar dari mulut Chang Wook yang menegaskan bahwa mereka itu sudah seperti adik kakak.

“Yah… mungkin… itu karena dia menganggapku sebagai adik yang harus dilindunginya?”

Jang Mi geleng-geleng kepala. “Hei, kau ingat aku pernah meminta dia melukis wajahku?”

“Oh… itu…”

“Walau sudah kuiming-imingi imbalan besar, dia tetap menolak. Dia bilang dia hanya akan melukis orang yang spesial baginya.”

“Jadi waktu itu Michele oppa menolak permintaanmu?” seru Cheon Sa tidak percaya.

“Michele oppa? Jadi cinta pertamamu itu Chang Wook sunbae??”

“Ah, Sunbae~ suaramu jangan keras-keras. Bagaimana kalau orang lain mendengarnya?”

“Aku hanya kaget. Tapi kenapa kau memanggilnya Michele? Memangnya itu nama Inggrisnya?”

“Bukan, itu nama yang kuambil dari maestro lukis favoritnya, Michelangelo.”

“Ohh, jadi cinta pertamamu itu Chang Wook sunbae? Astaga, tidak dapat kupercaya. Kau jatuh cinta pada tetanggamu.” Jang Mi kembali meneguk air dari botolnya.

Sunbae!~” Cheon Sa menegur Jang Mi, membuat Jang Mi tersedak minumannya dan air pun menyembur membasahi kertas surat yang ada di pangkuannya.

Baik Jang Mi maupun Cheon Sa hanya bisa melongo karena terlalu kaget. Keduanya tidak mampu berkata apapun untuk beberapa saat dan hanya bisa pasrah melihat kertas itu yang mulai dirembesi air.

Mian,” Jang Mi meminta maaf sementara jiwanya masih setengah menghilang karena syok.

Sunbae~” Cheon Sa mengamati lekat-lekat kertas itu dengan pandangan kosong.

Ke-keuge mwoya (i-itu apa)?” Jang Mi yang terlebih dulu sadar, menunjuk sederet tulisan yang mendadak muncul setelah terkena air. Tulisan yang seperti membentuk sambungan dari tulisan sebelumnya yang sudah ada.

Tulisan baru itu sepertinya sengaja ditulis dengan tinta khusus yang hanya bisa dibaca setelah dibasahi dengan air. Mungkin Chang Wook memang menyembunyikan sambungan kalimat dari pesan itu dengan tujuan tertentu.

“Ada tulisan yang baru muncul, dan sepertinya sambungan kalimat yang memang sudah ada  ini. Jadi kalau keseluruhan kalimatnya dibaca berbunyi…”

미안하다, 하지만 사실은 네가 좋다 (Mianhada hajimansasireun nan niga johda).

Maafkan aku, tapi… sebenarnya aku menyukaimu.

***To Be Continued***
150429, 17.34 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar