Title
: Forever Young
Author
: Park Su Jan (Tsujana Albarabumulih)
Casts
: Ji Chang Wook & OC (Ahn Cheon Sa)
Genre
: slice of life
Chapter
3 : Bimil Messeji (Secret Message)
Seoul,
September 2014.
Chang Wook menghirup kopi hangat
yang dibuat ibunya sebagai pengganti sarapan pagi. Sebelah tangannya yang bebas
sibuk membersihkan debu yang mungkin menempel pada lukisan di depannya. Lukisan
yang dilukisnya saat usianya baru menginjak 15 tahun. Lukisan yang diam-diam
digambarnya tanpa sepengetahuan siapapun. Sampai kapanpun, ini adalah
lukisannya yang paling istimewa di antara lukisannya yang lain.
Ponselnya bergetar, Chang Wook
merogoh kantong celana training yang dikenakannnya untuk mengambil ponsel itu. Diliriknya
nama yang tertera di layar sebelum akhirnya menjawab.
“Oh, Eomoni (ibu- biasanya digunakan untuk memanggil ibu orang lain
ataupun ibu mertua)?” Chang Wook menyapa orang yang meneleponnya dengan nada
ramah.
“Nappeun
adeul (bocah nakal)! Kenapa kau tidak bilang-bilang kalau sudah kembali ke
rumah lama? Kalau aku tahu, aku akan—“
“Aku sengaja tidak memberi tahu Eomoni karena aku yakin Eomoni pasti akan sibuk membuatkanku ini
itu.”
“Dasar
kau ini… Ah, bagaimana dengan terapimu? Sudah bertahun-tahun sih, tapi aku
tetap saja khawatir kalau kau kenapa-kenapa. Apalagi kau baru saja melakukan
perjalanan udara yang cukup lama,” suara orang di
seberang Chang Wook tampak begitu khawatir.
“Nan gwaenchanhayo, Eomoni (aku baik-baik saja, Bu)~ Kkokjeongmaseyo (jangan khawatir)~ nanti
malam aku akan makan di rumah Eomoni.
Buatkan aku jjampong ekstra pedas.”
“Michin
nom (orang gila)!~ orang sepertimu seharusnya dirawat oleh pskiater, bukan
dokter jantung. Walaupun kau sudah menjamin operasimu sukses, tapi aku tidak
mau jadi penyebab operasimu yang lain. Dasar gila! Awas kalau kau tidak datang!”
Chang Wook terkekeh. “Ne~ arrayo
(iya, aku ngerti)~ tapi Eomoni tidak
bohong kan waktu bilang kalau anak gadis Eomoni
masih sendiri?”
“Aahh~
gadis gila itu? Setiap ada laki-laki yang datang mendekatinya, dia akan
mengusirnya. Begitu juga saat di sekolah dan tempat kerjanya. Sikapnya seperti
preman saja. Semaunya sendiri. Padahal tidak bisa melukis, tapi tetap saja
menghabisnya waktu di depan kanvas. Aku khawatir dia akan jadi perawan tua atau
berakhir di rumah sakit jiwa.”
Chang Wook menahan diri untuk tidak
tertawa lepas walaupun sangat ingin. Ibu dan anak sama saja.
“Sebaiknya
kau segera temui dia. Sepertinya aku sering melihatnya melamun sambil memegang
kertas lusuh. Kalau sampai dia gila sungguhan, aku akan mengirim kalian berdua
ke panti rehabilitasi gangguan mental.”
“Ne~”
“Baiklah,
kalau begitu aku tutup dulu. Apa ada pesan untuk anakku?”
“Tidak ada. Aku akan menemuinya
sendiri di museum.”
“Keurom
(baiklah kalau begitu).”
Chang Wook menatap layar ponselnya yang
baru saja mendapat panggilan masuk. Betapa dia sangat merindukan suara
ceplas-ceplos eomoni-nya. Chang Wook
sudah tidak sabar ingin segera bercengkerama dengan keluarga Ahn, tetangga di
samping rumahnya. Sayangnya, anak gadis mereka saat ini sedang lembur kerja
karena sibuk mengurus pameran lukisan miliknya yang akan digelar bulan November
nanti.
“Aku bertaruh siapa yang terlebih
dulu akan mengenali siapa. Aku, atau kau.” bisiknya pada lukisan di depannya.
***
Awal
Agustus 2002.
Cheon Sa mengamati lagi surat yang
ditinggalkan Chang Wook entah untuk yang ke berapa kalinya. Cheon Sa tidak
mengerti apakah sebenarnya Chang Wook masih marah padanya atau merasa bersalah,
karena isi surat itu hanya bertuliskan satu kalimat pendek yang terasa menggantung
hasil tulisan tangan Chang Wook. Dilihat berkali-kalipun, tulisan itu tetap
tidak berubah.
“Mi…anhada, hajiman…”
Cheon Sa tersentak kaget mendengar
suara yang tiba-tiba dari belakangnya. Dia berbalik lalu mendapati Han Jang Mi,
senior satu tahun di atasnya dan satu klub dengannya di klub sastra Korea menyembulkan
kepala dibelakangnya.
“Kau mengagetkanku, Sunbae~”
Jang Mi nyengir tanpa merasa
bersalah, matanya melirik curiga pada kertas yang sedang dipegang Cheon Sa. Dengan
sekali gerakan gesit, direbutnya kertas itu dari tangan Cheon Sa.
“Sunbae~ kembalikan!!” pinta Cheon Sa.
“Aku hanya penasaran ini dari
siapa. Tenang~ tidak akan kurusak kok.” Jang Mi menggoda Cheon Sa lalu
mengangkat tinggi-tinggi kertas itu sehingga Cheon Sa menyerah untuk
merebutnya.
“Terserahlah~” gumam Cheon Sa
pasrah.
Jang Mi melirik Cheon Sa, lalu
memilih duduk di samping Cheon Sa. Surat itu diletakkan di pangkuannya
sementara tangannya membuka tutup botol air mineral yang baru saja dibelinya di
kantin sekolah.
“Surat dari siapa sih?” tanya Jang
Mi setelah minum satu teguk air.
“Michele oppa.”
“Michele oppa? Wiguk sarami (orang asing)?”
“Ani, hanguk saramiya (bukan, dia orang Korea). Naui cheot
sarangiya (cinta pertamaku).”
“Romantisnya~ Lalu, di mana dia
sekarang?”
“New York.”
“New York? New York yang di USA
itu?” mata Jang Mi melebar.
“Memangnya New York ada di mana
lagi?” Cheon Sa mengeluh.
Jang Mi mengangguk-angguk. Lalu dia
ingat ada hal yang ingin ditanyakannya pada Cheon Sa.
“Keurom~ apa hubunganmu dengan Ji Chang Wook sunbae?”
“Wae?”
Jang Mi mengangkat bahu. “Setahuku
kalian tetanggaan kan? Tapi sepertinya hubungan kalian lebih dari sekedar
tetangga. Aku memperhatikan sepertinya Chang Wook sunbae sangat peduli sekali padamu.”
Cheon Sa mendengus geli. “Eeii, solma (tidak mungkin)~”
“Lho, memangnya kau tidak sadar?
Chang Wook sunbae itu terkenal dengan
sikapnya yang dingin. Bahkan guru-gurupun segan padanya. Dia diusulkan jadi
ketua OSIS, tapi dengan tegas dia menolak. Tapi kalau itu menyangkut dirimu,
dia akan rela bolos kelas. Tidak ingat siapa yang menolongmu waktu kau pingsan
karena terlalu semangat latihan lari marathon itu? Itu Chang Wook sunbae! Dia bahkan menungguimu di UKS
beberapa jam. Aku tahu pasti hal itu karena aku yang bertugas menjaga UKS hari
itu. Dan kau tahu apa yang membuatku begitu mengingat kejadian itu?” Jang Mi
menggantung pertanyaannya.
“Apa… itu?” tanya Cheon Sa
penasaran.
Jang Mi tersenyum dengan ekspresi
seakan sedang menonton adegan romantis.
“Aku melihat Chang Wook sunbae melukis wajahmu yang sedang tidur
di buku sketsanya. Kyaa~” Jang Mi kagum sendiri mengingat momen itu. “Mungkin
dia tidak tahu kalau aku mengintipnya. Tapi aku tidak bisa melupakan
ekspresinya saat itu, dia terlihat begitu bahagia, kau tahu?”
Cheon Sa terlihat salah tingkah,
tapi dia berusaha mengendalikan ekspresinya, apalagi teringat pernyataan yang
pernah keluar dari mulut Chang Wook yang menegaskan bahwa mereka itu sudah
seperti adik kakak.
“Yah… mungkin… itu karena dia
menganggapku sebagai adik yang harus dilindunginya?”
Jang Mi geleng-geleng kepala. “Hei,
kau ingat aku pernah meminta dia melukis wajahku?”
“Oh… itu…”
“Walau sudah kuiming-imingi imbalan
besar, dia tetap menolak. Dia bilang dia hanya akan melukis orang yang spesial
baginya.”
“Jadi waktu itu Michele oppa menolak permintaanmu?” seru Cheon
Sa tidak percaya.
“Michele oppa? Jadi cinta pertamamu itu Chang Wook sunbae??”
“Ah, Sunbae~ suaramu jangan keras-keras. Bagaimana kalau orang lain
mendengarnya?”
“Aku hanya kaget. Tapi kenapa kau
memanggilnya Michele? Memangnya itu nama Inggrisnya?”
“Bukan, itu nama yang kuambil dari
maestro lukis favoritnya, Michelangelo.”
“Ohh, jadi cinta pertamamu itu
Chang Wook sunbae? Astaga, tidak
dapat kupercaya. Kau jatuh cinta pada tetanggamu.” Jang Mi kembali meneguk air
dari botolnya.
“Sunbae!~” Cheon Sa menegur Jang Mi, membuat Jang Mi tersedak
minumannya dan air pun menyembur membasahi kertas surat yang ada di
pangkuannya.
Baik Jang Mi maupun Cheon Sa hanya
bisa melongo karena terlalu kaget. Keduanya tidak mampu berkata apapun untuk
beberapa saat dan hanya bisa pasrah melihat kertas itu yang mulai dirembesi
air.
“Mian,” Jang Mi meminta maaf sementara jiwanya masih setengah
menghilang karena syok.
“Sunbae~” Cheon Sa mengamati lekat-lekat kertas itu dengan pandangan
kosong.
“Ke-keuge mwoya (i-itu apa)?” Jang Mi yang
terlebih dulu sadar, menunjuk sederet tulisan yang mendadak muncul setelah terkena
air. Tulisan yang seperti membentuk sambungan dari tulisan sebelumnya yang
sudah ada.
Tulisan baru itu sepertinya sengaja
ditulis dengan tinta khusus yang hanya bisa dibaca setelah dibasahi dengan air.
Mungkin Chang Wook memang menyembunyikan sambungan kalimat dari pesan itu
dengan tujuan tertentu.
“Ada tulisan yang baru muncul, dan
sepertinya sambungan kalimat yang memang sudah ada ini. Jadi kalau keseluruhan kalimatnya dibaca
berbunyi…”
미안하다, 하지만 … 사실은
난 네가
좋다 (Mianhada hajiman… sasireun nan niga johda).
Maafkan aku, tapi… sebenarnya aku
menyukaimu.
***To
Be Continued***
150429,
17.34 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar