Senin, 27 April 2015

[FF Request] Forever Young



Title : Forever Young
Author : Park Su Jan (Tsujana Albarabumulih)
Casts : Ji Chang Wook & OC (Ahn Cheon Sa)
Genre : slice of life
Chapter 1 : Oppa Next Door


*Author’s POV*

-Oktober 2014-

Bzztt… bzztt…

Layar ponsel Cheon Sa bergetar, menampilkan satu pesan masuk. Dengan malas, Cheon Sa mengambil ponsel yang diletakkan di samping meja kerjanya.

-Sudah lihat foto yang eomma kirim ke e-mail-mu?-

Cheon Sa mendesah, tdak habis pikir kenapa ibunya lebih memilih untuk mengirim foto maupun video ke e-mail-nya. Padahal, seharusnya ibunya bisa dengan mudah mengirimkan foto itu lewat layanan SNS, ataupun fasilitas MMS.


Cheon Sa lalu mengalihkan pandangannya ke layar komputer di depannya, membuka website yang menyimpan akun e-mail-nya. Detik berikutnya dia tertegun, lupa password akunnya. Cheon Sa memang suka menggonta-ganti password e-mail-nya. Tapi biasanya dia selalu bisa mengingatnya. Tapi karena kemarin dia terburu-buru dan tidak memperhatikan lagi apa yang diketikkannya untuk password-nya, sekarang dia kena imbas dari sikap buru-burunya itu.

Cheon Sa mengarahkan kursor ke arah tulisan ‘Pertanyaan Bantuan’, lalu mengkliknya.

==Nama cinta pertamamu?==

Cheon Sa mengamati tulisan itu beberapa lama. Lalu tersenyum kecil sebelum mengetikkan sebuah kata.

MICHELANGELO.

***

Juni 2002.

Chang Wook sedang asik menyapukan kuas ke kanvas berukuran 20x30 cm di depannya. Sesekali matanya mengarah ke sebuah lukisan wajah seorang master seni lukis yang sangat dikaguminya. Chang Wook, yang saat itu berusia 15 tahun sangat mengagumi karya-karya pelukis yang sering dianggap aneh pada zamannya itu. Rata-rata pelukis memang begitu, sering dianggap aneh ataupun autis karena seakan tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Ditambah penampilan yang berantakan dan tampak tak terawat, menjadikan imej seorang pelukis sebagai orang yang berantakan.

Begitu juga dengan dirinya. Bagi Chang Wook, yang terpenting adalah hasil lukisannya. Urusan apakah baju dan kamarnya berantakan, dia sama sekali tidak peduli.

OPPA~!!!” sebuah suara melengking merusak konsentrasinya. Chang Wook memejamkan mata, mengeraskan rahangnya sebelum perlahan melepaskan sepasang lengan yang menggelayuti lehernya dengan erat.

Tto wae (kenapa lagi)?~” gumam Chang Wook malas.

Pemilik suara melengking yang bernama Ahn Cheon Sa itu lalu menarik sebuah kursi dan duduk di samping kiri Chang Wook. Dia mengeluarkan sebuah buku gambar dari dalam kantong kertas yang dibawanya dan ditunjukkannya pada Chang Wook. Chang Wook mengerutkan kening, matanya menyipit, berusaha mengenali sketsa wajah yang digambar Cheon Sa.

Keugenugu (ini… siapa)?” tanya Chang Wook penasaran.

Cheon Sa mengerjapkan matanya. “Huh? Eottokhae molla (bagaimana bisa tidak tahu), keuge niga (ini kan kau).”

Chang Wook melongo. “YAA~ bagaimana bisa aku sejelek ini? Lihat! Lihat ini, mana mungkin bibirku setebal ini? Dan ini… seharusnya hidungku mancung!! Aku tidak terima. Itu bukan aku!” Chang Wook memprotes hasil lukisan milik Cheon Sa.

Cheon Sa mengerucutkan bibirnya, sementara Chang Wook sudah kembali fokus pada lukisannya. Cheon Sa mengamati lukisan Chang Wook yang hampir selesai itu, lalu mencibir.

“Menggambar wajah kakek-kakek lagi?”

Chang Wook menghembuskan nafas kesal.

YA~ ini adalah wajah orang yang sangat kukagumi. Dia adalah inspirasiku melukis. Jangan suka mengejek idolaku seenakmu ya~” Chang Wook mendorong dahi Cheon Sa dengan telunjuknya.

Cheon Sa tampak tidak peduli, lalu membaca sebuah tulisan yang terdapat di bawah lukisan wajah itu.

“Mi… Mihel? Mikel?”

“Michelangelo.” Chang Wook membantu Cheon Sa mengeja nama itu.

“Michelangelo?” Cheon Sa membeo.

“Eung~ dia idolaku.”

Cheon Sa tersenyum malu-malu.

“Ada apa dengan senyum itu?” Chang Wook meliriknya curiga.

“Kalau begitu, mulai detik ini aku akan memanggilmu Michelangelo. Ah, bagaimana kalau aku singkat jadi Michele-oppa? Bagaimana? Kedengaran keren kan?”

Mwo (apa)? Kenapa jadi Michele?”

“Karena Angelo-nya jadi namaku, Cheon Sa kan bahasa Inggrisnya Angel. Jadi pas kan? Michele untuk oppa, Angelo-nya Cheon Sa.”

Chang Wook mengurut lehernya yang tiba-tiba terasa pegal. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah bisa menang dari tetangga yang berusia dua tahun lebih muda darinya itu.

“Ya, ya, terserah kau saja. Nah, sekarang tolong jangan ganggu aku.”

Cheon Sa kembali mencibir Chang Wook diam-diam. Lalu memilih duduk di atas kasur yang berantakan. Cheon Sa mengamati sekelilingnya dan baru menyadari betapa berantakannya kamar itu. Tangannya mulai terasa gatal dan tanpa aba-aba kembali bangkit dan mulai membereskan apapun yang dianggapnya berantakan. Chang Wook menyadarinya, tapi dia tetap melanjutkan lukisannya. Sudah terbiasa dengan suasana seperti itu.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ji Hyun Woo, kakak Chang Wook yang berusia 17 tahun masuk ke dalam kamar.

“Huwaa~ ada tetangga sasaeng lagi~” komentar pertama Hyun Woo begitu melihat Cheon Sa.

Cheon Sa melirik bengis ke arah Hyun Woo. Berbeda dengan Chang Wook, Hyun Woo adalah orang yang ramah dan suka bercanda. Cheon Sa lebih sering berceloteh dengan Hyun Woo dibanding dengan Chang Wook. Tapi Chang Wook memiliki pesona tersendiri yang tidak dimiliki Hyun Woo. Walaupun Chang Wook adalah orang yang pendiam dan terkesan dingin, tapi dia tampak sangat keren saat sedang fokus dengan melukis. Cheon Sa suka melihat Chang Wook melukis. Baginya, Chang Wook adalah cinta pertamanya.

Melihat balasan yang diberikan Cheon Sa lewat tatapannya, Hyun Woo jadi makin bersemangat menggodanya.

“Dari mana kau masuk, nona Sasaeng (penguntit)?” tanya Hyun Woo sambil meletakkan lengannya di kepala gadis yang sudah dianggapnya seperti adiknya itu.

Cheon Sa menunjuk jendela di belakangnya, membuat Hyun Woo melongo.

Dae~bak. Kau memang pantas disebut Sasaeng, apakah kau berniat mencuri undies milik adikku?”

Nuga (siapa juga)? Aku hanya membantu Michele oppa membereskan kamarnya.”

Hyun Woo mengangguk-angguk paham, tapi kemudian dia menyadari sesuatu. “Jjamkan (tunggu), barusan kau bilang apa? Michele oppa? Siapa?”

“Yah, siapa lagi kalau bukan adik oppa yang paling tampan?”

Hyun Woo melirik adiknya yang masih saja fokus melukis.

“Bocah autis itu? Michele? Huwahahahahaha~” Hyun Woo tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

Musun utkiya (apanya yang lucu)? Aku memanggilnya Michele karena itu kependekkan dari nama kakek itu.”

“Kakek siapa?” tanya Hyun Woo di sela-sela tawanya.

“Michelangelo.” jawab Cheon Sa mantap.

“Ah~ aku ngerti.” Hyun Woo berkata dengan nada meremehkan.

“Michele adalah adik oppa, dan Angelo adalah aku,  kalau digabung jadi Michelangelo, kan?”

Hyun Woo berusaha mencerna kalimat Cheon Sa, lalu menangkap sesuatu.

Neo hokshigeu aineun johahanikka (jangan-jangan… kau menyukai bocah ini)?”

Cheon Sa salah tingkah, wajahnya memanas dan dia kesulitan menjawab pertanyaan Hyun Woo.

Yaa~ kenapa kalian tidak pacaran saja?” Hyun Woo mencolek dagu Chang Wook, membuat adiknya itu menoleh dengan tatapan terganggu. Matanya melirik bergantian antara Cheon Sa dan Hyun Woo.

Mari dwae (apa masuk akal)? Cheon Sa itu sudah seperti adikku sendiri!” bantah Chang Wook dengan suara keras.

“Haha, arraseo, arraseo (aku ngerti, aku ngerti). Aku kan hanya bercanda, kenapa tanggapanmu serius begitu sih?”

Hyun Woo terus-terusan mengganggu Chang Wook, sementara Cheon Sa mengamati pemandangan di depannya dengan hati mencelos.

Adik apanya? Kita bahkan tidak memiliki hubungan darah, batin Cheon Sa kesal. Dia lalu berbalik dan keluar dari kamar Chang Wook melalui jendela dan menuruni kamar yang terletak di lantai dua itu dengan kain panjang yang sudah dipersiapkannya.

My first love broke my heart for the first time. Entah darimana asalnya, tiba-tiba suara Justin Bieber yang menyanyikan lagu Baby menggema di telinganya.

Cheon Sa menyadari dia patah hati.

*To Be Continued*
150427, 20.14 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar