Selasa, 28 April 2015

[FF Request] Forever Young -chapter 2-



Title : Forever Young
Author : Park Su Jan (Tsujana Albarabumulih)
Casts : Ji Chang Wook & OC (Ahn Cheon Sa)
Genre : slice of life
Chapter 2 : Mianhada hajiman (I’m Sorry, But…)


Pertengahan Juni 2002.
Chang Wook tersenyum melihat Cheon Sa di depan gerbang sekolah mereka, SMP Suneung. Dia melambaikan tangan pada gadis itu tapi yang disapa malah melengos. Chang Wook mengerutkan dahi, heran dengan respon yang diberikan Cheon Sa. Lalu dia mempercepat langkah menyusul Cheon Sa.

Ya, apa-apaan responmu tadi? Kau melihatku kan?” tanya Chang Wook begitu berhasil menjejeri langkah Cheon Sa.

Tanpa diduganya, Cheon Sa malah semakin memperlebar langkahnya.

“Cheon Sa-ya,” panggil Chang Wook.

Cheon Sa menunjukkan sebuah tulisan di buku catatannya.

==Mulai hari ini, aku tidak mau bicara denganmu!==

Chang Wook melongo, lalu mendengus geli.

“Apa-apaan ini? Ya, apa aku melakukan kesalahan? Kalau memang iya kan kau bisa memberitahuku. Aneh sekali melihatmu tiba-tiba berubah begini.” Chang Wook bertanya dengan nada seperti menasehati anak kecil yang sedang merajuk.

Ah, kalau dipikir-pikir, Cheon Sa memang masih anak kecil sih. Usianya baru 13 tahun. Makanya Chang Wook merasa ingin selalu melindunginya.

Pikyeo (minggir)!” Cheon Sa menepis lengan Chang Wook yang memegang bahunya dan mulai berjalan meninggalkan Chang Wook yang melongo kaget.

“Cheon—“

Sunbae!” Seorang murid perempuan kelas 8 mendekati Chang Wook. Chang Wook mengerutkan dahi, berusaha mengenali gadis di depannya.

Nugu?” tanyanya.

“Namaku Han Jang Mi, aku wakil ketua OSIS tahun ini. Aku dengar lukisan yang sunbae ikutkan di kegiatan Kementerian Kebudayaan tempo hari berhasil meraih juara 2 ya? Selamat~” gadis bernama Jang Mi itu mengulurkan tangannya. Chang Wook menyambutnya dengan tampang bingung.

“Oh… thanks.”

Keurom (kalau begitu), apa aku bisa minta tolong sunbae? Aku sudah lihat lukisan wajah Michelangelo milik sunbae dan aku merasa lukisan itu begitu… bagus, begitu hidup, seperti potret kamera. Aku ingin minta bantuan sunbae melukis wajahku,” Jang Mi memasang wajah imutnya.

“Ah.. itu…” Chang Wook kebingungan menjawab, lalu tanpa disengaja tatapannya bertemu dengan Cheon Sa yang ternyata mengamati obrolan itu di depan mereka. Cukup lama Chang Wook mengamati Cheon Sa yang masih saja memasang tampang cemberut dan detik berikutnya langsung melengos begitu saja. Baru setelah itu perhatian Chang Wook kembali pada Jang Mi.

Chang Wook tersenyum lalu menjawab permintaan Jang Mi.

***

Oktober 2014.

Cheon Sa berhasil membuka e-mail-nya setelah memasukkan kata kunci ‘Michelangelo’ untuk pertanyaan bantuannya. Segera dibukanya pesan masuk dan melihat ada alamat e-mail milik ibunya di sana. Cheon Sa mengklik pesan itu, ternyata ibunya mengirimkan sebuah foto.

Gadis itu segera membuka foto itu setelah mengunduhnya dari e-mail. Sebuah lukisan seorang gadis kecil tampak belakang sedang bermain-main dengan kupu-kupu di sebuah taman bunga. Walau wajahnya tidak kelihatan, Cheon Sa yakin gadis kecil itu sangat ceria. Lihat saja dominan warna kuning dan jingga yang digunakan untuk melukisnya.

“Lalu, kenapa ibu mengirim lukisan ini?” gumamnnya heran. Diamatinya lekat-lekat lukisan itu dan entah kenapa rasanya familiar. Cheon Sa menemukan sebuah tulisan yang sepertinya inisial pelukisnya tertera di sudut kanan bawah lukisan itu.

M 1004.

***

Roma, 2014.

Chang Wook menatap penuh kagum fresco alias lukisan dinding megah di depannya. Lukisan fenomenal karya maestro lukis yang sangat dikaguminya, Michelangelo yang terkenal dengan nama The Last Judgement. Lukisan itu sangat indah dan memiliki ciri khas karya Michelangelo yang beraliran Renaisssance. Setelah bertahun-tahun menghabisikan waktu di New York, akhirnya dia bisa menyempatkan diri mengunjungi tempat ini. Pemandu yang membawa sudah mengingatkan agar Chang Wook tidak mengambil gambar lukisan itu. Chang Wook mengangguk paham, sambil berusaha merekam lukisan itu ke dalam memori otaknya.

“Tuan Michele Ji, waktu kunjung sudah habis, apakah Anda ingin pergi mengunjungi tempat lain?” Clementia Fiorentini, pemandu yang disewa Chang Wook mengingatkannya dalam bahasa Inggris yang fasih.

Chang Wook menoleh pada Clementia dengan enggan. Rasanya dia belum ingin mengangkat kaki dari tempat itu. Sekali lagi dia mengamati fresco di depannya lalu menghela nafas berat.

“Sepertinya hari ini cukup sampai di sini. Aku masih butuh panduanmu sampai besok karena besok lusanya aku akan berangkat Seoul.”

Clementia tersenyum mengerti.

“Baiklah kalau begitu. Saya yakin Anda juga butuh banyak persiapan untuk pameran tunggal Anda di Korea kan? Saya doakan semoga lancar.” Ujar Clementia sambil menepuk pelan siku Chang Wook.

Chang Wook mengangguk sopan lalu mendahului pemandunya keluar dari gedung itu.

Dia sudah sangat merindukan Korea.

***

Juli 2002, Seoul.

Cheon Sa mengintip ke arah jendela lantai dua rumah keluarga Ji. Sudah hampir sebulan dia tidak bertegur sapa dengan Chang Wook dan bahkan Hyun Woo. Cheon Sa menyadari kebodohannya. Seharusnya dia tidak keterlaluan bersikap menjauhi Chang Wook seperti itu. Dua hari yang lalu dia mendengar Chang Wook pingsan dan dilarikan ke rumah sakit karena penyakit jantungnya kambuh. Cheon Sa bahkan tidak tahu kalau selama ini Chang Wook menderita kelainan jantung bawaan. Setelah seharian berpikir, akhirnya dia memutuskan untuk mengunjungi Chang Wook di rumah sakit, tapi perawat di sana bilang kalau Chang Wook sudah pulang.

Jadi di sinilah dia, di depan pintu rumah keluarga Ji, tampak ragu harus menekan bel atau tidak. Begitu akan menekan bel, pintu rumah itu terbuka. Tampak seorang wanita paruh baya muncul dari dalam rumah.

“Ah, Cheon Sa ya?” tanyanya memastikan apakah gadis di depannya adalah Cheon Sa.

Ne? Ne. Bagaimana bibi tahu?”

“Keponakanku menyampaikan pesan padaku, kalau ada gadis yang bernama Cheon Sa kemari hari ini, aku harus menyampaikan surat ini padanya.”

“Surat? Dari siapa?” Cheon Sa menatap penasaran selembar surat yang diberikan wanita paruh baya itu.

“Dari Chang Wook. Dia bilang mungkin kau masih marah padanya dan menolak bicara dengannya, jadi dia merasa tidak akan sempat kalau harus bilang langsung tentang kepindahannya ke New York.”

“N-New York? New York yang di USA itu??”

Wanita yang ternyata adalah bibi Chang Wook itu tertawa renyah. “Tentu saja, Sayang. Memangnya New York ada di mana lagi?”

Geundaekkamjakki waeyo (tapi… kenapa mendadak)?”

Wanita itu menggeleng, “Tidak mendadak. Keluarga kami sudah memutuskannya sekitar 2  minggu lalu sambil mengurusi paspor dan segala macam. Chang Wook kami butuh segera dioperasi dan kami disarankan agar melakukan operasi  di New York.”

Lutut Cheon Sa segera lemas mendengar kalimat itu. Michele oppa-nya mendadak sudah pergi ke tempat yang jauh di seberang benua dan mungkin tidak akan kembali. Michele oppa-nya pasti sangat marah padanya sehingga memutuskan untuk pergi New York.

Setelah pamit, Cheon Sa bergegas pulang dan membuka surat yang ditinggalkan Chang Wook untuknya.

Surat itu terkesan biasa saja. Isinya pun hanya bertuliskan kalimat tulisan tangan Chang Wook yang berbunyi,

-미안하다, 하지만 …(mianhada hajiman…)-

*To Be Continued*
150428, 16.03 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar