Title
: Forever Young
Author
: Park Su Jan (Tsujana Albarabumulih)
Casts
: Ji Chang Wook & OC (Ahn Cheon Sa)
Genre
: slice of life
Chapter
2 : Mianhada hajiman (I’m Sorry, But…)
Pertengahan
Juni 2002.
Chang Wook tersenyum melihat Cheon
Sa di depan gerbang sekolah mereka, SMP Suneung. Dia melambaikan tangan pada
gadis itu tapi yang disapa malah melengos. Chang Wook mengerutkan dahi, heran
dengan respon yang diberikan Cheon Sa. Lalu dia mempercepat langkah menyusul
Cheon Sa.
“Ya, apa-apaan responmu tadi? Kau melihatku kan?” tanya Chang Wook
begitu berhasil menjejeri langkah Cheon Sa.
Tanpa diduganya, Cheon Sa malah
semakin memperlebar langkahnya.
“Cheon Sa-ya,” panggil Chang Wook.
Cheon Sa menunjukkan sebuah tulisan
di buku catatannya.
==Mulai hari ini, aku tidak mau bicara denganmu!==
Chang Wook melongo, lalu mendengus
geli.
“Apa-apaan ini? Ya, apa aku melakukan kesalahan? Kalau
memang iya kan kau bisa memberitahuku. Aneh sekali melihatmu tiba-tiba berubah
begini.” Chang Wook bertanya dengan nada seperti menasehati anak kecil yang
sedang merajuk.
Ah, kalau dipikir-pikir, Cheon Sa
memang masih anak kecil sih. Usianya baru 13 tahun. Makanya Chang Wook merasa
ingin selalu melindunginya.
“Pikyeo (minggir)!” Cheon Sa menepis lengan Chang Wook yang memegang
bahunya dan mulai berjalan meninggalkan Chang Wook yang melongo kaget.
“Cheon—“
“Sunbae!” Seorang murid perempuan kelas 8 mendekati Chang Wook.
Chang Wook mengerutkan dahi, berusaha mengenali gadis di depannya.
“Nugu?” tanyanya.
“Namaku Han Jang Mi, aku wakil
ketua OSIS tahun ini. Aku dengar lukisan yang sunbae ikutkan di kegiatan Kementerian Kebudayaan tempo hari
berhasil meraih juara 2 ya? Selamat~” gadis bernama Jang Mi itu mengulurkan
tangannya. Chang Wook menyambutnya dengan tampang bingung.
“Oh… thanks.”
“Keurom (kalau begitu), apa aku bisa minta tolong sunbae? Aku sudah lihat lukisan wajah
Michelangelo milik sunbae dan aku
merasa lukisan itu begitu… bagus, begitu hidup, seperti potret kamera. Aku
ingin minta bantuan sunbae melukis
wajahku,” Jang Mi memasang wajah imutnya.
“Ah.. itu…” Chang Wook kebingungan
menjawab, lalu tanpa disengaja tatapannya bertemu dengan Cheon Sa yang ternyata
mengamati obrolan itu di depan mereka. Cukup lama Chang Wook mengamati Cheon Sa
yang masih saja memasang tampang cemberut dan detik berikutnya langsung
melengos begitu saja. Baru setelah itu perhatian Chang Wook kembali pada Jang
Mi.
Chang Wook tersenyum lalu menjawab
permintaan Jang Mi.
***
Oktober
2014.
Cheon Sa berhasil membuka
e-mail-nya setelah memasukkan kata kunci ‘Michelangelo’ untuk pertanyaan
bantuannya. Segera dibukanya pesan masuk dan melihat ada alamat e-mail milik
ibunya di sana. Cheon Sa mengklik pesan itu, ternyata ibunya mengirimkan sebuah
foto.
Gadis itu segera membuka foto itu
setelah mengunduhnya dari e-mail. Sebuah lukisan seorang gadis kecil tampak
belakang sedang bermain-main dengan kupu-kupu di sebuah taman bunga. Walau
wajahnya tidak kelihatan, Cheon Sa yakin gadis kecil itu sangat ceria. Lihat
saja dominan warna kuning dan jingga yang digunakan untuk melukisnya.
“Lalu, kenapa ibu mengirim lukisan
ini?” gumamnnya heran. Diamatinya lekat-lekat lukisan itu dan entah kenapa
rasanya familiar. Cheon Sa menemukan sebuah tulisan yang sepertinya inisial
pelukisnya tertera di sudut kanan bawah lukisan itu.
M 1004.
***
Roma,
2014.
Chang Wook menatap penuh kagum
fresco alias lukisan dinding megah di depannya. Lukisan fenomenal karya maestro
lukis yang sangat dikaguminya, Michelangelo yang terkenal dengan nama The Last
Judgement. Lukisan itu sangat indah dan memiliki ciri khas karya Michelangelo
yang beraliran Renaisssance. Setelah bertahun-tahun menghabisikan waktu di New
York, akhirnya dia bisa menyempatkan diri mengunjungi tempat ini. Pemandu yang
membawa sudah mengingatkan agar Chang Wook tidak mengambil gambar lukisan itu.
Chang Wook mengangguk paham, sambil berusaha merekam lukisan itu ke dalam
memori otaknya.
“Tuan Michele Ji, waktu kunjung
sudah habis, apakah Anda ingin pergi mengunjungi tempat lain?” Clementia
Fiorentini, pemandu yang disewa Chang Wook mengingatkannya dalam bahasa Inggris
yang fasih.
Chang Wook menoleh pada Clementia
dengan enggan. Rasanya dia belum ingin mengangkat kaki dari tempat itu. Sekali
lagi dia mengamati fresco di depannya lalu menghela nafas berat.
“Sepertinya hari ini cukup sampai
di sini. Aku masih butuh panduanmu sampai besok karena besok lusanya aku akan
berangkat Seoul.”
Clementia tersenyum mengerti.
“Baiklah kalau begitu. Saya yakin
Anda juga butuh banyak persiapan untuk pameran tunggal Anda di Korea kan? Saya
doakan semoga lancar.” Ujar Clementia sambil menepuk pelan siku Chang Wook.
Chang Wook mengangguk sopan lalu
mendahului pemandunya keluar dari gedung itu.
Dia sudah sangat merindukan Korea.
***
Juli
2002, Seoul.
Cheon Sa mengintip ke arah jendela lantai
dua rumah keluarga Ji. Sudah hampir sebulan dia tidak bertegur sapa dengan
Chang Wook dan bahkan Hyun Woo. Cheon Sa menyadari kebodohannya. Seharusnya dia
tidak keterlaluan bersikap menjauhi Chang Wook seperti itu. Dua hari yang lalu
dia mendengar Chang Wook pingsan dan dilarikan ke rumah sakit karena penyakit
jantungnya kambuh. Cheon Sa bahkan tidak tahu kalau selama ini Chang Wook
menderita kelainan jantung bawaan. Setelah seharian berpikir, akhirnya dia
memutuskan untuk mengunjungi Chang Wook di rumah sakit, tapi perawat di sana
bilang kalau Chang Wook sudah pulang.
Jadi di sinilah dia, di depan pintu
rumah keluarga Ji, tampak ragu harus menekan bel atau tidak. Begitu akan
menekan bel, pintu rumah itu terbuka. Tampak seorang wanita paruh baya muncul
dari dalam rumah.
“Ah, Cheon Sa ya?” tanyanya
memastikan apakah gadis di depannya adalah Cheon Sa.
“Ne? Ne. Bagaimana bibi
tahu?”
“Keponakanku menyampaikan pesan
padaku, kalau ada gadis yang bernama Cheon Sa kemari hari ini, aku harus
menyampaikan surat ini padanya.”
“Surat? Dari siapa?” Cheon Sa
menatap penasaran selembar surat yang diberikan wanita paruh baya itu.
“Dari Chang Wook. Dia bilang
mungkin kau masih marah padanya dan menolak bicara dengannya, jadi dia merasa
tidak akan sempat kalau harus bilang langsung tentang kepindahannya ke New
York.”
“N-New York? New York yang di USA
itu??”
Wanita yang ternyata adalah bibi
Chang Wook itu tertawa renyah. “Tentu saja, Sayang. Memangnya New York ada di
mana lagi?”
“Geundae… kkamjakki waeyo
(tapi… kenapa mendadak)?”
Wanita itu menggeleng, “Tidak
mendadak. Keluarga kami sudah memutuskannya sekitar 2 minggu lalu sambil mengurusi paspor dan segala
macam. Chang Wook kami butuh segera dioperasi dan kami disarankan agar
melakukan operasi di New York.”
Lutut Cheon Sa segera lemas
mendengar kalimat itu. Michele oppa-nya
mendadak sudah pergi ke tempat yang jauh di seberang benua dan mungkin tidak
akan kembali. Michele oppa-nya pasti
sangat marah padanya sehingga memutuskan untuk pergi New York.
Setelah pamit, Cheon Sa bergegas
pulang dan membuka surat yang ditinggalkan Chang Wook untuknya.
Surat itu terkesan biasa saja. Isinya
pun hanya bertuliskan kalimat tulisan tangan Chang Wook yang berbunyi,
-미안하다,
하지만 …(mianhada
hajiman…)-
*To
Be Continued*
150428,
16.03 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar