Rabu, 01 April 2015

[FANFICTION] Blue Moon Lovers -Part 3-



Title : Blue Moon Lovers
Author : Park Sujan (Tsujana Albarabumulih)
Credit Picture : Ai Lee (WinterBlue95 Art)
Genre : School life
Casts : OC (Hwang Serin), CN BLUE (Kang Minhyuk & Lee Jonghyun)

Part 3 : Healer


When the strong heart like yours gets hurt badly, I’ll help you always. (Super Junior – No Other)


Awal Agustus, 2008.

Mata Minhyuk menatap tajam sosok wanita cantik berusia pertengahan 40 tahunan di depannya. Jang Min Hee, ibu tirinya tampak tidak terganggu dengan tatapan sinis itu dan malah memberikan senyuman hangatnya pada Minhyuk.

Palsu, komentar Minhyuk dalam hati. Sampai kapan pun, Min Hee tidak akan bisa mengambil hatinya.

Uri adeul wanni (anak laki-lakiku sudah pulang)?” Min Hee menyongsong kedatangan Minhyuk yang masih berdiri dengan angkuh di depan pintu rumah mewah mereka. “Sini, eomma bawakan tasmu.”

Dwaesseo (tidak usah)!” sergah Minhyuk, tidak merasa harus menggunakan bahasa formal.

Min Hee menghela nafas, berusaha tersenyum.

Baegopa (apa kau lapar)? Eomma sudah membuatkan sup jagung kesukaanmu—“

“Aku mendapat surat peringatan terakhir dari sekolah.” Minhyuk memotong kalimat Min Hee seraya menunjukkan amplop putih berisi surat teguran dari sekolahnya.

I-ige mwoya (ini apa)?” tanya Min Hee dengan hati-hati membuka amplop itu.

“Kau tuli ya? Kubilang itu surat peringatan dari sekolah!” Minhyuk menggeleng-gelengkan kepala sebal dan berbalik keluar rumah.

Min Hee membaca kata demi kata isi surat itu dengan tangan gemetaran.

Yth. Orang Tua/Wali Murid dari Kang Minhyuk.
Beberapa hari lalu, siswa kami yang bernama Kang Minhyuk secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap murid lain.
Kami mohon agar Orang Tua/Wali murid dari siswa tersebut untuk lebih diperhatikan karena ini SURAT PERINGATAN TERAKHIR untuk menolerir perbuatan Kang Minhyuk.
Jika masih tidak diindahkan, dengan sangat terpaksa kami akan memberi sangsi tegas kepada siswa Kang Minhyuk.
…           


***

Minhyuk berjalan-jalan ke seputaran Gangnam. Melihat-lihat obyek yang mungkin saja menarik baginya untuk diabadikan dengan kamera DSLR-nya. Beberapa obyek yang ditangkapnya di jalanan tadi cukup menarik, tapi dia merasa belum mendapatkan sesuatu yang istimewa. Sesuatu yang misalnya saja seperti…

Sosok gadis berambut hitam lurus dengan kostum Maid yang sangat mirip dengan …

“Sakarin?” Minhyuk mengerjapkan mata, meyakinkan dirinya bahwa orang yang dilihatnyaobyek yang tertangkap lensanya benar-benar Serin. Setelah merasa yakin, Minhyuk masuk ke dalam toko bertuliskan Maid Café itu dan segera disambut dengan sapaan kelewat ramah dari pelayannya.

Osseo oseyo (selamat datang), Maste—hah? Kang Minhyuk?” Pelayan yang ternyata Serin itu membelalakkan matanya. Minhyuk balas menyeringai lalu mengamati penampilan Serin dari atas ke bawah lalu kembali ke wajah Serin.

Neon mwoni (apa-apaan kau ini)? Jadi selama ini kau kerja paruh waktu di sini?” komentar Minhyuk sambil berjalan menuju kursi kosong. Serin mengikutinya dengan perasaan  salah tingkah.

“Apa Anda akan langsung memesan sesuatu, Master?” tanya Serin, berusaha terdengar professional.

Minhyuk melirik Serin sebentar sebelum matanya menelusuri barisan menu yang disediakan kafe itu.

“Hmm… Fruit Parfait ukuran jumbo, dua porsi,” katanya terdengar mantap.

“Ada lagi?” tanya Serin sambil mencatat pesanan Minhyuk di nota kecil.

Ije kkeut (itu saja),” jawabnya singkat.

Jamsinmanyo (mohon tunggu sebentar), Master~” Serin memberikan senyum terbaiknya lalu segera berbalik dan berjalan menuju dapur kafe di balik tirai.

Minhyuk mengamatinya lalu mendengus geli. Kali ini, mati kau, Sakarin!       

Setelah puas, mata Minhyuk mengamati sekelilingnya sambil menunggu pesanannya datang. Desain interior kafe ini cukup unik dengan sentuhan poster-poster karakter dari anime maupun manhwa terkenal Jepang dan Korea. Dia bisa mengenali karakter Luffy dari One Piece, Naruto, Detective Conan, manhwa That Guy Was Splendid, Fairy Tail dan masih banyak lagi. Poster-poster itu meberikan sentuhan ceria dan juga kekanakan. Tanpa sadar Minhyuk menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

Dulu sekali, dia juga pernah merasakan keceriaan itu. Walaupun dia jarang bertemu kedua orangtuanya, tapi mereka tetap berusaha memperhatikan perkembangannya. Ibunya, Kim Da Ran seringkali menemani membaca manhwa ataupun menonton anime kesukaan Minhyuk.

Dan badai itu datang ketika dia duduk di kelas 2 SMP. Satu-satunya teman yang sangat dia sukai pindah sekolah ke Busan. Kim Da Ran, ibunya tiba-tiba pergi dari rumah. Ayahnya bilang kalau ibunya mengalami gangguan kejiwaan dan harus dirawat di rumah sakit. Minhyuk terpukul. Bukan saja karena semua orang mulai menyebut ibunya ‘Gila’, tapi dia juga tidak diperbolehkan menjenguk ibunya bahkan walau sedetik. Semua pelayan dan orang-orang yang bekerja dengan keluarganya seakan kompak untuk tutup mulut. Praktis, sampai sekarang Minhyuk tidak tahu keadaan ibunya.

Seolah-olah hal itu belum cukup baik. Datanglah seorang wanita yang dikenalkan ayahnya sebagai ibu baru baginya. Minhyuk  sangat membenci ayahnya dan wanita itu, karena merasa mereka lah penyebab kepergian ibunya. Kim Da Ran.

“Maaf menunggu lama, pesanan Anda sudah datang, Master,” suara Serin menyadarkannya. Minhyuk menatap kosong piala kaca yang berisi Fruit Parfait-nya diletakkan Serin di meja.

Thanks,” gumamnya tanpa sadar.

Tangan Serin terhenti di udara. “Jeogi (anu)… apa Anda akan memakan dua porsi jumbo Fruit Parfait ini, Master?”

Minhyuk melirik Serin. “Kau pikir aku sanggup menghabiskannya? Habiskan satu porsi bagianmu.”

 “HAH?” mata Serin melebar, lalu segera tersadar kalau tadi dia sudah berteriak.

Anjabwa (duduklah).” Perintah Minhyuk dan mulai menikmati Fruit Parfait-nya.

Serin seperti terhipnotis, lalu duduk begitu saja di kursi di depan Minhyuk.

Meokgeo (makan).” Minhyuk mengedikkan dagunya ke arah Fruit Parfait di depan Serin.

“Eh, tapi… aku kan sedang kerja…” gumam Serin, tapi matanya menatap penuh minat pada gunungan es krim bercampur buah itu. Dia bahkan sudah menggunakan bahasa santai.

Minhyuk mendengus geli. “Anggap saja kau sedang melayani pelanggan kafe ini. Bukankah slogan kalian itu ‘Kepuasan pelanggan adalah prioritas utama’?”

Geurae (benar juga), karena pelanggan memintaku menghabiskan makanan ini, aku harus menghabiskannya. Keuji (iya kan)?”

Minhyuk hanya mengangguk karena mulutnya sibuk mengunyah buah stroberi.

“Ah, cham, neongwaenchanha (omong-omong, kau baik-baik saja)?” tanya Serin tiba-tiba, membuat Minhyuk berhenti mengunyah dan menelan paksa buah stroberi itu.

Geurom (tentu saja). Memangnya kenapa aku harus ‘tidak baik-baik saja’?”

“Ngg… karena kau mendapat surat—“

Ya, ada krim coklat di sudut bibirmu. Dasar jorok.”

Serin buru-buru membersihkan mulutnya dengan tisu.

“Sudah berapa lama kau bekerja di sini?” Minhyuk terlihat jelas mengalihkan pembicaraan.

Serin berdecak. “Kau ini… selain punya kemampuan memotong kalimat orang, ternyata juga punya kemampuan mengalihkan pembicaraan ya?”

Minhyuk tidak menjawab pertanyaan Serin dan malah kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Lalu matanya membesar saat melihat Jonghyun tersenyum menghampiri mereka.

“Whoaa, daebak (hebat)! Ternyata ini alasanmu kerja di sini? Karena bisa bertemu pacarmu lebih lama?” komentar Minhyuk terdengar ketus.

“Dia bukan—“

“Sedang menikmati menu andalan kami, Kang Minhyuk-sshi?” Jonghyun bertanya dengan nada sopan.

Minhyuk berdecak sebal. “Tidak usah sok sopan begitu di depanku. Kenapa kau juga ada di sini?”

“Aku kan juga kerja di sini. Serin bisa bekerja di sini atas rekomendasiku, kau tahu?” jawab Jonghyun terdengar tenang.

Minhyuk mendengus kesal. Fruit Parfait-nya terasa tidak enak lagi sekarang.

“Oh ya, Serin. Hari ini aku  pulang lebih cepat. Ada pertandingan taekwondo yang harus aku ikuti.” Jonghyun berbicara pada Serin, sementara Minhyuk mengamati mereka dengan kesal.

“Oh, baiklah kalau begitu,” jawab Serin.

“Kau tidak apa-apa kan kalau pulang sendirian?”

Geurom,” Serin berkata dengan yakin.

Arraseo (aku mengerti). Kalau begitu aku pergi dulu ya. Dah, Minhyuk.” Jonghyun bersikap sok manis kepada Minhyuk, membuat Minhyuk merasa ingin muntah.

Namun, sebelum benar-benar pergi, Jonghyun mendekat ke telinga Minhyuk dan berbisik.

Kokjeongma (jangan khawatir).”

Naega wae (kenapa aku harus khawatir)?!” teriak Minhyuk pada Jonghyun yang sudah keburu kabur dari hadapannya.

***

Biar bagaimanapun, Serin tetaplah seorang perempuan.

Minhyuk menghela nafas berat. Seharusnya ini bukan urusannya. Tapi, entah kenapa Minhyuk merasa tidak bisa membiarkan Serin pulang sendirian malam-malam begini. Jadilah dia menunggu di luar kafe, sampai waktu tutup kafe jam Sembilan malam. Minhyuk lega begitu dilihatnya Serin sudah keluar dengan mengenakan pakaian biasa.

“Oh, kkamjjak (kau mengagetkanku)! Minhyuk-ah, apa yang kau lakukan malam-malam di sini?”

“Aku… ah, bagaimana dengan tugas matematika yang harus dibuat tiga rangkap itu? Kau sudah mengerjakannya? Besok harus dikumpulkan,” Minhyuk berkata tanpa menatap Serin. Mereka berjalan bersisian melewati pertokoan.

“Aku sudah selesai mengerjakannya tadi pagi.” jawab Serin santai.

“Kalau begitu biar aku saja yang membawanya. Aku tidak mau kau mengulang kesalahan untuk yang kedua kalinya,”

Serin mencibir Minhyuk diam-diam.

“Tapi file-nya masih ada di PC-ku di rumah.”

“Ya sudah, biar aku ambil ke rumahmu.”

Serin menoleh secepat kilat pada Minhyuk.

“Kau mau ke rumahku?” tanya Serin kaget.

“Tentu saja. Kita kan memang sedang akan menuju ke rumahmu.” Minhyuk menjawab santai.

“Tapi appa-ku…”

“Apa yang kau pikirkan? Aku hanya akan menunggu di luar rumahmu sementara kau memindahkan data tugas itu ke USB.”

Dahaengida (syukurlah)~”

Babo (bodoh).”

Minhyuk menyindir Serin. Lalu matanya beralih menatap langit yang sedang dihiasi bintang-bintang dan bulan sabit. Tampak memikirkan sesuatu.

“Minhyuk-ah?”

“Tadi aku menyerahkan surat itu ke ibu tiriku.” Gumam Minhyuk tiba-tiba.

Serin sempat bengong sebelum akhirnya paham maksud perkataan Minhyuk.

“Lalu, apa tanggapan beliau?” tanya Serin menimpali ucapan Minhyuk.

Molla (entahlah), aku langsung keluar begitu menyerahkan surat itu.”

Bwa (lihat), kau ini sepertinya harus mengubah kebiasaanmu yang suka memotong perkataan orang seenaknya. Aku yakin pasti tadi kau pergi sebelum ibumu sempat—“

“Dia bukan ibuku!”

“Ya, ya, maksudku, sebelum ibu tirimu sempat menyelesaikan omongannya, kan?”

“Tidak ada yang harus aku dengar darinya.”

YA, Kang Minhyuk! Sebenci apapun kau padanya, dia itu adalah orangtuamu. Kau sebaiknya memperhatikan bahasamu saat berbicara di depannya, dan juga di depan para guru.”

“Kenapa kau jadi marah-marah?” Minhyuk terlihat bingung.

“Aku hanya tidak suka kau bersikap tidak hormat seperti itu.”

“Apa? Apa ini masih ada hubungannya dengan bagaimana aku yang dulu?”

“Tidak! Tapi memang hal ini sudah seharusnya kau perhatikan. Aku sudah tidak peduli lagi seperti apa kau sekarang ini. Tapi aku rasa kau salah kalau berubah menjadi orang menyebalkan begini.”

Minhyuk menghembuskan nafas kesal. “Kau sudah terlalu banyak ikut campur, Hwang Serin.” Minhyuk menyebut nama asli Serin, pertanda dia sangat serius.

Serin menatap lurus mata Minhyuk.

Uri e  chingu ka, keuji (kita ini teman, iya kan)?”

Chingu (teman)? Huh, sudah sejak tiga tahun lalu aku tidak lagi menganggapmu teman.”

“Kang Minhyuk,”

Minhyuk menguap lebar-lebar lalu menderakkan tulang lehernya. “Apa rumahmu masih jauh? Aku sudah mengantuk.”


“Kalau begitu, kau bisa menginap di rumah Jong—“

“Tidak, terima kasih. Pacarmu itu orang yang sangat menyebalkan. Aku tidak mau waktu tidurku akan terganggu karena kecerewetannya.” Minhyuk menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Serin mengulum senyum. “Itjanha (kau tahu), sebenarnya aku dan Jonghyun itu tidak pacaran.”

Minhyuk menghentikan langkahnya dan menatap Serin dengan penasaran.

Geojitmal (jangan bohong)! Tingkah kalian persis seperti pasangan kekasih.”

Geojitmal aniya (tidak bohong kok). Jonghyun itu anak bibiku. Kami ini sepupu.”

Minhyuk mengerjapkan matanya. Karena itu dia bersikap seakan melindungi Serin?

Dahaengida~” gumam Minhyuk hampir tidak terdengar.

Mwo? Musun dahaeng (apanya yang syukurlah)? Ya, Kang Minhyuk, ya~”

Minhyuk pura-pura tidak mendengar. Dia mendahului langkah Serin dan berjalan jauh di depan.

Terima kasih atas waktu yang menyenangkannya, Hwang Serin.

***To be Continued***
150401, 21.03


Tidak ada komentar:

Posting Komentar