Title : Guardian Angel
Author : Tsujana Albarabumulih Ujen
( Park Su Jan/박수잔)
Casts : CN BLUE Lee Jonghyun &
A PINK Jung Eunji
Genre : Slice of life, a lil’ bit
of fantasy
*Lee
Jonghyun’s POV*
Tto.
Tto (lagi, lagi). Aku menghela nafas
sebal. Akhir-akhir ini aku merasa ada yang selalu mengikutiku. Entah itu di
sekolah, di jalan ataupun saat aku sedang sendirian di perpustakaan (dan semoga
aku tidak sampai diikuti juga di toilet, misalnya).
Aku berjalan perlahan menuju rumah
begitu selesai dengan kegiatan klubku di sekolah. Kali ini aku bertekad akan
membongkar identitas penguntit itu. Jika dia berniat jahat, aku sudah
bersiap-siap akan lapor ke polisi. Kulirik bayangan berbentuk siluet gadis
berambut panjang di belakangku. Aku menyeringai.
“Nawa (keluarlah)~” aku bicara ketus tanpa menoleh ke belakang.
Tidak ada respon. Aku berdecak lalu
kembali mengulangi perintahku.
“Keluarlah. Kau sudah ketahuan
sekarang!”
Satu detik, dua detik… lima detik
kemudian seseorang keluar dari balik tiang lampu di belakangku. Aku berbalik,
dan sedikit kaget melihat sosok yang berdiri di depanku. Sosok gadis di depanku
ini memang seperti dugaanku, tapi jauh lebih menarik dibanding itu. Rambutnya
panjang berwarna coklat kehitaman, matanya sipit dengan monolid, hidungnya
kecil. Secara keseluruhan aku bisa menyebutnya berwajah cantik, seperti anggota
girl group yang digilai teman-teman di sekolahku. Dia mengenakan baju
terusan selutut berwarna putih, membuatnya terkesan seperti … bidadari,
mungkin?
“Neo mwoni (kau ini apa)?”
tanyaku ragu-ragu, aku bahkan tidak menggunakan jondaemal (bahasa formal) walaupun baru pertama kali ini bertemu
dengannya. Aku tahu aku kurang sopan, tapi kelakuannya yang selama beberapa
hari ini mengikutiku jauh lebih tidak sopan. “Stalker?” tebakku tanpa
basa-basi.
Mata gadis itu merngerjap. Lalu dia
menggeleng. “Anieyo (bukan),”
jawabnya dengan bahasa formal.
“Keurom… nugu? Wae jakku
ttarawa (lalu siapa? Kenapa kau
mengikutiku)?”
Gadis itu terlihat salah tingkah dengan pertanyaanku,
lalu dengan gugup berjalan mendekatiku dan menyerahkan sebuah benda yang sangat
familiar padaku. Pick gitar pemberian appa-ku.
“Ini… kau meninggalkannya di bangku
taman beberapa hari lalu, aku memungutnya dan berniat mengembalikannya padamu
karena sepertinya benda ini sangat berarti bagimu. Tapi aku tidak berani…”
“Jadi itu sebabnya kau mengikuti
beberapa hari ini?” tanyaku sambil memicingkan mata. “Apa aku menyeramkan? Apa
aku terlihat seperti orang yang bisa memakan manusia?”
“A-anieyo (bu-bukan
begitu)!” serunya panik. “Maaf, kalau tingkah lakuku membuatmu tidak nyaman,
tapi aku benar-benar tidak bermaksud begitu.”
Aku mengangguk-angguk paham. “Arraseo (aku ngerti). Amudeun (biar bagaimanapun), gomawo (makasih).” Aku menggoyangkan
pick gitar di tanganku.
Gadis itu terlihat lega. “Ne.” gumamnya sambil tersenyum,
membuatku entah kenapa kehilangan kata-kata.
“Keurom.. na kalke (kalau begitu, aku pulang dulu)?”
aku melihat responnya.
“Ah, jamkkanmanyo (tunggu sebentar)!” cegahnya sebelum aku benar-benar
melangkahkan kaki.
“Hm?”
Gadis itu terlihat gugup,
disibaknya poni yang menutupi matanya. “Uri…
chingu haesseo… andwaeyo (apakah
kita bisa berteman)?” tanyanya sambil menatap penuh harap.
Aku menelengkan kepala, “Chingu?”
“Ka-kalau kau tidak mau tidak
apa-apa sih. Tapi… aku sangat berharap kita bisa berteman. Aku janji aku tidak
akan melewati batas-batas pertemanan,”
“Geurae (baiklah).” kataku setuju. “Geundae, ireumeun mwoya (tapi… namamu siapa)?”
Matanya berbinar sebelum menjawab. “Eunji.
Jung Eunji imnida.”
“Eunji? Yeppeun ireumi (nama yang
bagus). Na Lee Jonghyun-iya, bangapda
(salam kenal).”
***
Dua tahun kemudian.
“Jonghyun-ah, mwo haneungoya (sedang apa)?” seorang gadis
menyejajarkan wajahnya ke arahku, membuatku yang sedang mencari inspirasi lagu
menjadi kaget.
“Aigoo, ternyata kau, Eunji? Aah, kkamjakiya (kau mengagetkanku)~” aku mendorong wajahnya dengan
telunjukku.
Dia tersenyum, lalu memlilih duduk di
sampingku.
“Sedang apa sih? Aku panggil
berkali-kali tidak menyahut.”
Aku tersenyum sambil menoleh
padanya. “Sedang mencoba membuat lagu. Aku ingin ikut audisi jadi trainee di Flying Ent., aku ingin jadi
penyanyi,” jawabku sambil menerawang.
“Kau… ingin jadi penyanyi?”
“Hm-m. Kenapa? Kau meragukanku?”
“Tidak. Aku malah senang kau sudah
tahu impianmu.”
“Geureoji (benar kan)? Sudah lama aku bermimpi ingin menjadi
penyanyi. Wahh~ rasanya semangatku semakin membara.” Aku mengepalkan tangan
kananku dengan penuh tekad.
“Jonghyun-ah,”
“Hm?”
“Besok… adalah hari ultahmu. Apa
ada yang kau inginkan sebagai hadiah dariku?”
“Apa aku boleh minta apa saja?”
Eunji tampak berpikir. “Hmm… tentu.”
“Jinjja (benarkah)? Kalau begitu… aku ingin nyawamu," kataku sambil
menyeringai.
Raut wajah Eunji mendadak berubah.
“Eh?”
Aku mengangguk dengan serius,
sementara wajah Eunji sudah berubah pucat pasi.dia terlihat panik sekali,
membuatku tidak tahan untuk tidak menyemburkan tawa.
“Pfftt, bwahahahaha~ lihat
wajahmu.. pucat sekali. Aigoo~ bbeongiya (bohongan kok)! Mana mungkin
aku minta hal yang tidak masuk akal seperti itu? Lagipula, apa untungnya aku
meminta nyawamu?”
Eunji mengerucutkan bibirnya. “Mwoya (apaan sih), kau mempermainkanku. Jjajeungneunda (menyebalkan).”
Aku masih berusaha menahan geli. “Sudah
dua tahun kita berteman, tapi kau masih saja tidak bisa diajak bercanda. Heran.”
“Karena candaanmu itu suka
kelewatan,” omelnya.
“Mian (maaf)~ hmm, bagaimana kalau kita jalan-jalan ke Everland?
Wahh, sudah lama aku ingin ke sana. Bagaimana menurutmu?”
Eunji memutar bola matanya, lalu
dia mengangguk setuju.
“Call (setuju)!”
***
Aku tiba lebih dulu di depan
gerbang masuk Everland. Kepalaku mengangguk-angguk mengikuti irama musik dari
earphone-ku. Tiba-tiba suara musiknya berhenti, kulihat Eunji mencabutnya
sambil nyengir lucu.
“Menunggu lama?” tanyanya.
“Tidak juga,” kataku sambil
memperhatikan penampilannya. Entah kenapa aku merasa hari ini dia terlihat jauh
lebih cantik dari sebelumnya. Apa dia sengaja berdandan karena hari ini
ultahku?
“Wae?”
“Ani.. keunyang (cuma)…
apa kau memakai baju ini saat pertama kali bertemu denganku?” tanyaku menunjuk
gaun sederhana berwarna putih yang mirip dengan baju yang dikenakannya dua
tahun lalu.
“Ah, kau menyadarinya?”
“Tentu saja. Yaa.. kau pasti
terpengaruh karena aku pernah memujimu cantik saat kau mengenakan gaun ini kan?”
Eunji hanya tersenyum sambil meraba
lehernya, mendadak ekspresinya berubah panik.
“Kalungku…” desisnya.
“Apa ketinggalan?”
“Tidak, tadi aku mengenakannya saat
di rumah dan keluar menuju tempat ini. Bisa gawat kalau tidak ditemukan.”
Aku ikut panik. “Apa sebaiknya kita
cari dulu? Mungkin terjatuh di jalan?” usulku.
Eunji belum sempat merespon karena
aku sudah terlebih dulu berbalik menyusuri jalan yang mungkin dilewatinya tadi.
Kejadiannya begitu cepat. Mataku
menangkap benda berkilauan di badan jalan, tepat di sebuah tanda penyeberangan.
Aku bergegas mendekati benda itu yang ternyata memang kalung milik Eunji. Aku
tersenyum lega. Kupungut kalung itu dan detik berikutnya, aku mendengar
teriakan Eunji.
“Jonghyun-ah, AWASSS!!!”
Aku menoleh, mataku melebar saat
melihat sebuah bus pariwisata melaju cepat ke arahku, secepat Eunji yang
mendorong tubuhku ke pinggir jalan dan membiarkan dirinya yang tertabrak. Tubuh
mungil itu terlempar sejauh sekitar 5 meter sebelum akhirnya jatuh berdebam
keras menghantam aspal.
Aku hanya bisa mematung, kepalaku
mendadak pening lalu aku tidak teringat apa-apa lagi.
***
Kata mereka aku mengalami koma. Tapi
aku merasa baik-baik saja. Aku bahkan bisa berjalan normal walaupun aku tidak
mengenal tempat yang didominasi warna putih ini.
“Kau mengorbankan dirimu sendiri
demi manusia itu?” sebuah suara menggelegar terdengar di belakangku. Cepat-cepat
aku sembunyi di balik sebuah pohon apel yang buahnya berwarna perak.
“Bukankah itu memang sudah
kewajibanku sebagai Guardian Angel-nya?” jawab suara lain dengan gemetar.
“Tapi manusia yang kutugaskan kau
untuk menjaganya, Lee Jonghyun itu, sudah harus menemui takdirnya di hari ultah
ke 18-nya, kenapa kau berani melanggar takdir?”
“Dia hampir ditabrak karena
menyelamatkan kalungku! Dia juga berkorban untukku!”
“Itu memang sudah takdirnya. Seharusnya
kau diam saja dan membiarkannya pergi. Apa ada alasan lain yang membuatmu
melakukan tindakan itu?”
Hening sejenak.
“Jung Eunji!” panggil suara
menggelegar itu lagi.
“Maaf, Ketua. Tapi kurasa aku
memang sudah jatuh cinta padanya. Aku tidak ingin hal buruk terjadi padanya. Aku
ingin dia bisa menikamti hidup lebih lama lagi, sehingga dia bisa menggapai
impiannya menjadi seorang penyanyi.”
“Kau tidak bisa berada di sini
lagi. Jiwamu akan menghilang tak berbekas. Nyawanya ditukar dengan nyawamu. Kau
puas?”
“Ne, algeusseumnida
(baiklah, aku mengerti).”
Lalu tiba-tiba… semua mendadak
putih seperti sebuah ruang hampa udara yang tidak berbatas.
***
Beberapa bulan kemudian.
“Peserta selanjutnya, dengan nomor
urut 1505 atas nama Lee Jonghyun dari Busan. Silakan masuk ruang audisi.” Seorang
wanita berusia sekitar 40-an memanggil namaku. Aku menegapkan tubuh dan berdiri
dengan penuh percaya diri. Tepat sebelum aku masuk ke dalam ruang audisi itu,
aku menyentuh bandul kalung yang kukenakan.
Tenang saja, Eunji-ya, aku akan selalu menjaga baik-baik
nyawa yang berharga ini. Karena dengan cara inilah aku tetap bisa merasakan
kehadiranmu.
Jinjja
gomawo (terima kasih banyak), Eunji-ya.
**끝**
150513,
22.19 WIB
As
a present for CN BLUE Lee Jonghyun’s bday (910515)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar