Catatan :
Akhirnya kesampaian juga bikin fanfiction novel ini. Sayangnya kenapa gak
kepikiran pas ada lombanya? Haha.Tapi ya sudahlah, ini jadi catatan pertama di
tahun 2015 dan pertama kalinya aku bikin fanfiction berdasarkan karakter novel.
Disclaimer :
Ceritanya hasil ide pemikiranku, dan karakternya milik sang author *hormat ke
kak Orizuka* *sksd*
Happy reading~
***
Aku memeriksa hasil tulisan skripsi
milik Audy setelah beberapa waktu ikut membantu menyusunnya. Kulirik Audy yang
sedang melamun sambil menatap ke arah tumpukan buku-buku tebal yang dipinjamnya
dari perpustakaan kampus.
"Audy," panggilku,
membuatnya kaget lalu menatapku. "Jangan keseringan melamun, nanti
jaringan syaraf di otakmu mati."
"Siapa yang melamun?"
bantahnya sia-sia. "Aku cuma gugup, soalnya dua hari lagi bakal sidang
skripsi."
Aku mengangkat sebelah alisku.
"Oh... sindrom pra-eksekusi."
Mata Audy melebar. "REX!!
Emangnya aku ini kriminal yang divonis mati?" Aku menyeringai. Menyenangkan sekali menggoda Audy yang
notabene lebih tua lima tahun dariku tapi sering bertingkah kekanakan ini. Dia
terlihat lucu dengan rambut yang digulung tinggi-tinggi dan pipi yang memerah
setiap kali merasa malu.
Audy menghela napas. "Padahal
Romeo sudah meluangkan waktunya buat ngajakin aku main Halo. Katanya aku butuh refreshing sebelum sidang, biar lebih rileks."
Aku menatap sebal Audy begitu dia
mengucapkan kata 'Romeo'. "Apa kamu peluk-peluk Mas Romeo lagi sebagai
selebrasi kemenangan?"
"Ya ampun! Kan sudah kubilang
yang tempo hari itu refleks, Rex, refleks. Sekarang aku sudah lebih bisa
kontrol diri." bela Audy membuatku memicingkan mata sangsi.
Jadi, kamu butuh refreshing?" tanyaku.
"Aku pikir begitu," gumam
Audy.
"Kalau gitu, besok pagi kita
ketemuan di depan mall XXX jam sepuluh pagi."
"Eh? Terus, sekolahmu?"
Aku terperangah menatap Audy. Cewek
ini... apa dia juga bahkan tidak mengingat hari?
"Biasanya kalau hari Minggu
sekolahku libur," kataku sarkastik.
"Ah, iya," Audy menepuk
dahinya. "Aku kok bisa lupa ya kalau besok hari Minggu?" serunya heboh,
membuatku hanya mendengus geli.
***
"Rex!"
Dari kejauhan, aku melihat Audy
berlari ke arahku yang sedang menunggunya di depan pintu masuk sebuah mall di
Kota Solo. Aku menghela napas lega karena akhirnya Audy menunjukkan batang
hidungnya. Kulirik jam di pergelangan tangan kananku, pukul 10.25 WIB.
Dengan napas yang terengah-engah,
Audy bicara. "Maaf... Rex... tapi... aku belum... telat kan?"
Aku memberinya tatapan bengis.
"You're
on time if you're five minutes earlier, and you're late if you're on
time. Dan karena kamu terlambat 25
menit, itu artinya kamu terlambat setengah jam."
"Rex, aku kan sudah minta maaf.
Jangan terlalu kaku lah," protes Audy sambil memasang tampang memelas.
Rasanya aku ingin tertawa, lalu kuamati penampilannya hari ini.
Audy yang biasanya mengenakan celana
training dan kaos oblong, hari ini mengenakan gaun sederhana yang manis.
Walaupun rambutnya tetap digulung tinggi-tinggi, tapi aku menyadari kalau hari
ini Audy mengenakan riasan wajah yang tipis.
"Jangan-jangan... kamu datang
telat karena kelamaan dandan ya?" tebakku.
"Hah?" serunya kaget.
"Ketahuan ya? Tapi... nggak berlebihan kan?"
Aku mengamati lagi penampilannya.
Manis.
"Tumben, "komentarku,
alih-alih memuji atau mengkritiknya. "Ya sudah, ayo masuk!" aku
berjalan duluan memasuki mall.
"Emang kita mau ke mana sih,
Rex?"
"Nonton." jawabku singkat.
"NONTON?!" Audy mengulang
perkataanku. Responnya terlalu berlebihan. Apa ada yang salah dengan kalimatku?
"Bukannya kamu pernah bilang
lebih suka aku ajak nonton film daripada ngerjain skripsi?"
"I-iya sih. Aku cuma nggak
nyangka aja kalau kamu beneran ngajakin aku nonton film."
Aku pura-pura tidak mendengar
kalimatnya dan hanya melirik Audy yang pipinya sudah memerah. Kami terus
berjalan menuju XXI. Tapi begitu sampai di lobinya, aku tidak punya ide harus
menonton film apa.
"Kenapa, Rex?" tanya Audy
terdengar cemas. "Ah, aku lupa asmamu bisa kambuh kalau mesti
berdesak-desakan pas ngantre. Kamu tunggu di sini dulu ya. Biar aku yang
ngantre beli tiketnya."
"Aku--" Aku mau bilang
kalau aku tidak tahu film apa yang harus ditonton. Tapi seakan sudah tahu apa
yang ada di pikiranku, Audy langsung memotong.
"Udah, nggak apa-apa. Kebetulan
Missy pernah ngerekomendasiin film yang menurutnya bagus. Kita nonton film itu
aja. Gimana?"
"Terserah deh."
***
Di sinilah aku dan Audy. Di dalam
gedung bioskop, menonton film 50 Shade of Gray. Film yang direkomendasikan oleh
teman Audy. Film yang ternyata bergenre Romance-Adult-Maso--
Mataku terbelalak menyaksikan adegan
di layar lebar itu, kulirik tajam Audy yang tampak menciut sambil menatapku
takut-takut.
"Bagus banget ya film
rekomendasi temanmu?" sindirku berbisik, supaya tidak mengganggu penonton
lain. Suara-suara yang berasal dari film itu membuatku gerah walaupun berada di
ruangan ber-AC.
"Maaf, Rex. Aku benar-benar
nggak tahu kalau ternyata film ini bergenre Adult begini..."
"Ini sih bukan Adult lagi, tapi
udah porn! Aku mau keluar aja deh. Di sini gerah." aku melangkah
keluar gedung bioskop itu.
"Eh, Rex, tunggu. Tunggu!"
Audy buru-buru mengikuti langkahku.
***
Alun-alun kota Solo.
Aku mengamati seorang bocah seusia
Rafael yang sedang bermain bersama kedua orangtuanya. Aku tersenyum teringat
momen yang pernah kurasakan seperti bocah itu dulu. Bermain-main bersama kedua
orangtuaku, mas Regan dan juga mas Romeo. Jauh sebelum Rafael lahir.
Sejenak aku tertegun. Di usianya
yang baru mencapai lima tahun, Rafael bahkan tidak punya memori tentang kedua
orangtua kami. Tapi yang selama ini kurasakan hanya perasaan iri karena merasa
perhatian kedua kakakku lebih tertuju pada Rafael dibanding aku.
"Ternyata aku memang masih anak
kecil," gumamku.
"Apa, Rex? Soal film tadi? Yah,
aku juga walau sudah 22 tahun tetap saja nggak suka nonton film dewasa kayak
gitu. Jadi wajarlah kalau kamu ngerasa malu." cerocos Audy sambil
cengar-cengir.
Aku menatap lekat-lekat Audy hingga
dia berhenti nyengir dan sekarang menatapku bingung.
"A-ada apa? Mukaku aneh?"
Aku menggeleng. Berusaha
menimbang-nimbang apakah harus mengatakan hal itu sekarang?
"Rex?" panggil Audy,
membuatku kembali menatapnya.
"Hari Jumat kemarin, Ajeng
ngungkapin perasaannya ke aku."
Audy melebarkan matanya mendengar
kalimatku.
"Ajeng? Oh, cewek cantik,
pintar dan kencang yang jadi sainganmu di sekolah itu ya?"
Aku mengerutkan alis mendengar
deskripsi Audy tentang Ajeng. Tapi aku tetap melanjutkan kalimatku.
"Dia bilang kalau sudah sejak
lama dia punya perasaan suka ke aku, dan berharap aku bisa membalas
perasaannya."
Aku menunggu respon Audy, tapi dia
malah menunduk sambil menggigit-gigit bibirnya.
"Maaf ya, Audy. Anggap saja ini
kencan pertama dan terakhir kita. Karena aku sudah memutuskan buat bersama
Ajeng," aku melirik Audy yang sekarang tampak membeku. Lalu kulanjutkan
kalimatku, "Itu kan yang kamu pikirkan?"
"Ka-kalau emang itu
keputusanmu--"
"Tapi aku bilang ke Ajeng aku
nggak bisa. Aku masih punya tanggung jawab dengan orang yang sudah lebih dulu
masuk ke pikiranku. Dan pilihanku cuma dua; harus cepat-cepat dewasa, atau
menemukan mesin waktu supaya orang itu bisa balik ke usiaku yang
sekarang." kataku sambil tersenyum.
"Orang itu... maksudnya
aku?" tanya Audy dengan pipi memerah.
Aku memutar bola mataku. Kenapa sih,
dia suka sekali menanyakan hal yang sudah jelas? Kualihkan pandanganku sambil
menggaruk tengkuk. Lalu aku berdiri dan menoleh pada Audy.
"Ayo pulang!" ajakku
sambil mengulurkan tangan kiriku dan segera disambut Audy sambil nyengir lebar.
Aku pun ikut tersenyum.Boleh kan aku
menganggap ini sebagai...
First Date? :)
*SELESAI*
Ujen
150204, 20.17 WIB.
Eh cocok nih. Maudy jadi Audy. Tapi Jonanthan sama William gak cocok. Rex bisa diperanin sama yang jadi Ananda di film Hijabers in Love. :D
BalasHapusHaha, aku gak tau banyak artis-artis Indonesia. Jadi cuma itu yang melintas di otak waktu iseng-iseng mengkhayal seandainya TCOA difilm-kan :D
HapusMakasih kunjungannya~
Keren bgt
BalasHapusAsli ngakak ama film yg direkomendasiin missy wkwk
Aduh bener" gak sabar nunggu buku keempat kak orizuka lagi 4 bulan sabar hahaaha
Wahh, makasih udah baca. Aku bikin ff ini gegara greget sama hubungan Audy-Rex.
HapusOhiya, aku bikin 1 lagi ff TCOA, waktu itu buat persiapan kalau-kalau kak Orizuka gk ngelanjutin seri TCOA. Tapi ternyata TCOA bakal ada seri keempatnya, aku jadi gak sabar :D