Title : Blue Moon Lovers
Author : Park Sujan (Tsujana Albarabumulih)
Credit Picture : Ai Lee (WinterBlue95 Art)
Genre : School life
Casts : OC (Hwang Serin), CN BLUE (Kang Minhyuk & Lee Jonghyun)
Part 3 : Healer
When
the strong heart like yours gets hurt badly, I’ll help you always. (Super
Junior – No Other)
Awal
Agustus, 2008.
Mata Minhyuk menatap tajam sosok
wanita cantik berusia pertengahan 40 tahunan di depannya. Jang Min Hee, ibu
tirinya tampak tidak terganggu dengan tatapan sinis itu dan malah memberikan
senyuman hangatnya pada Minhyuk.
Palsu,
komentar Minhyuk dalam hati. Sampai kapan pun, Min Hee tidak akan bisa
mengambil hatinya.
“Uri adeul wanni (anak laki-lakiku sudah pulang)?” Min Hee
menyongsong kedatangan Minhyuk yang masih berdiri dengan angkuh di depan pintu
rumah mewah mereka. “Sini, eomma
bawakan tasmu.”
“Dwaesseo (tidak usah)!” sergah Minhyuk, tidak merasa harus
menggunakan bahasa formal.
Min Hee menghela nafas, berusaha
tersenyum.
“Baegopa (apa kau lapar)? Eomma
sudah membuatkan sup jagung kesukaanmu—“
“Aku mendapat surat peringatan
terakhir dari sekolah.” Minhyuk memotong kalimat Min Hee seraya menunjukkan
amplop putih berisi surat teguran dari sekolahnya.
“I-ige mwoya (ini apa)?” tanya Min Hee dengan hati-hati membuka
amplop itu.
“Kau tuli ya? Kubilang itu surat
peringatan dari sekolah!” Minhyuk menggeleng-gelengkan kepala sebal dan
berbalik keluar rumah.
Min Hee membaca kata demi kata isi
surat itu dengan tangan gemetaran.
Yth.
Orang Tua/Wali Murid dari Kang Minhyuk.
Beberapa
hari lalu, siswa kami yang bernama Kang Minhyuk secara sah dan meyakinkan
melakukan tindakan kekerasan terhadap murid lain.
Kami
mohon agar Orang Tua/Wali murid dari siswa tersebut untuk lebih diperhatikan
karena ini SURAT PERINGATAN TERAKHIR untuk menolerir perbuatan Kang Minhyuk.
Jika
masih tidak diindahkan, dengan sangat terpaksa kami akan memberi sangsi tegas
kepada siswa Kang Minhyuk.
…
***
Minhyuk
berjalan-jalan ke seputaran Gangnam. Melihat-lihat obyek yang mungkin saja
menarik baginya untuk diabadikan dengan kamera DSLR-nya. Beberapa obyek yang
ditangkapnya di jalanan tadi cukup menarik, tapi dia merasa belum mendapatkan
sesuatu yang istimewa. Sesuatu yang misalnya saja seperti…
Sosok gadis
berambut hitam lurus dengan kostum Maid yang sangat mirip dengan …
“Sakarin?”
Minhyuk mengerjapkan mata, meyakinkan dirinya bahwa orang yang dilihatnyaobyek yang tertangkap lensanya benar-benar Serin. Setelah merasa yakin, Minhyuk masuk ke dalam toko
bertuliskan Maid Café itu dan segera disambut dengan sapaan kelewat ramah dari
pelayannya.
“Osseo oseyo (selamat datang), Maste—hah?
Kang Minhyuk?” Pelayan yang ternyata Serin itu membelalakkan matanya. Minhyuk
balas menyeringai lalu mengamati penampilan Serin dari atas ke bawah lalu
kembali ke wajah Serin.
“Neon mwoni (apa-apaan kau ini)? Jadi
selama ini kau kerja paruh waktu di sini?” komentar Minhyuk sambil berjalan
menuju kursi kosong. Serin mengikutinya dengan perasaan salah tingkah.
“Apa Anda akan
langsung memesan sesuatu, Master?” tanya Serin, berusaha terdengar professional.
Minhyuk melirik
Serin sebentar sebelum matanya menelusuri barisan menu yang disediakan kafe
itu.
“Hmm… Fruit Parfait
ukuran jumbo, dua porsi,” katanya terdengar mantap.
“Ada lagi?”
tanya Serin sambil mencatat pesanan Minhyuk di nota kecil.
“Ije kkeut (itu saja),” jawabnya singkat.
“Jamsinmanyo (mohon tunggu sebentar),
Master~” Serin memberikan senyum terbaiknya lalu segera berbalik dan berjalan
menuju dapur kafe di balik tirai.
Minhyuk
mengamatinya lalu mendengus geli. Kali
ini, mati kau, Sakarin!
Setelah puas, mata Minhyuk mengamati sekelilingnya sambil menunggu pesanannya datang. Desain interior kafe
ini cukup unik dengan sentuhan poster-poster karakter dari anime maupun manhwa
terkenal Jepang dan Korea. Dia bisa mengenali karakter Luffy dari One Piece,
Naruto, Detective Conan, manhwa That Guy Was Splendid, Fairy Tail dan masih
banyak lagi. Poster-poster itu meberikan sentuhan ceria dan juga kekanakan.
Tanpa sadar Minhyuk menarik kedua sudut bibirnya ke atas.
Dulu
sekali, dia juga pernah merasakan keceriaan itu. Walaupun dia jarang bertemu
kedua orangtuanya, tapi mereka tetap berusaha memperhatikan perkembangannya.
Ibunya, Kim Da Ran seringkali menemani membaca manhwa ataupun menonton anime
kesukaan Minhyuk.
Dan badai itu datang ketika dia duduk
di kelas 2 SMP. Satu-satunya teman yang sangat dia sukai pindah sekolah ke
Busan. Kim Da Ran, ibunya tiba-tiba pergi dari rumah. Ayahnya bilang kalau
ibunya mengalami gangguan kejiwaan dan harus dirawat di rumah sakit. Minhyuk
terpukul. Bukan saja karena semua orang mulai menyebut ibunya ‘Gila’, tapi dia
juga tidak diperbolehkan menjenguk ibunya bahkan walau sedetik. Semua pelayan
dan orang-orang yang bekerja dengan keluarganya seakan kompak untuk tutup
mulut. Praktis, sampai sekarang Minhyuk tidak tahu keadaan ibunya.
Seolah-olah hal itu belum cukup
baik. Datanglah seorang wanita yang dikenalkan ayahnya sebagai ibu baru
baginya. Minhyuk sangat membenci ayahnya
dan wanita itu, karena merasa mereka lah penyebab kepergian ibunya. Kim Da Ran.
“Maaf menunggu lama, pesanan Anda
sudah datang, Master,” suara Serin menyadarkannya. Minhyuk menatap kosong piala
kaca yang berisi Fruit Parfait-nya diletakkan Serin di meja.
“Thanks,” gumamnya tanpa sadar.
Tangan Serin terhenti di udara. “Jeogi (anu)… apa Anda akan memakan dua
porsi jumbo Fruit Parfait ini, Master?”
Minhyuk melirik Serin. “Kau pikir
aku sanggup menghabiskannya? Habiskan satu porsi bagianmu.”
“HAH?” mata Serin melebar, lalu segera
tersadar kalau tadi dia sudah berteriak.
“Anjabwa (duduklah).” Perintah Minhyuk dan mulai menikmati Fruit
Parfait-nya.
Serin seperti terhipnotis, lalu
duduk begitu saja di kursi di depan Minhyuk.
“Meokgeo (makan).” Minhyuk mengedikkan dagunya ke arah Fruit Parfait
di depan Serin.
“Eh, tapi… aku kan sedang kerja…”
gumam Serin, tapi matanya menatap penuh minat pada gunungan es krim bercampur
buah itu. Dia bahkan sudah menggunakan bahasa santai.
Minhyuk mendengus geli. “Anggap
saja kau sedang melayani pelanggan kafe ini. Bukankah slogan kalian itu ‘Kepuasan
pelanggan adalah prioritas utama’?”
“Geurae (benar juga), karena pelanggan memintaku menghabiskan
makanan ini, aku harus menghabiskannya. Keuji
(iya kan)?”
Minhyuk hanya mengangguk karena
mulutnya sibuk mengunyah buah stroberi.
“Ah, cham, neon… gwaenchanha (omong-omong, kau baik-baik
saja)?” tanya Serin tiba-tiba, membuat Minhyuk berhenti mengunyah dan menelan
paksa buah stroberi itu.
“Geurom (tentu saja). Memangnya kenapa aku harus ‘tidak baik-baik
saja’?”
“Ngg… karena kau mendapat surat—“
“Ya, ada krim coklat di sudut bibirmu. Dasar jorok.”
Serin buru-buru membersihkan
mulutnya dengan tisu.
“Sudah berapa lama kau bekerja di
sini?” Minhyuk terlihat jelas mengalihkan pembicaraan.
Serin berdecak. “Kau ini… selain
punya kemampuan memotong kalimat orang, ternyata juga punya kemampuan mengalihkan
pembicaraan ya?”
Minhyuk tidak menjawab pertanyaan
Serin dan malah kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Lalu matanya
membesar saat melihat Jonghyun tersenyum menghampiri mereka.
“Whoaa, daebak (hebat)! Ternyata ini alasanmu kerja di sini? Karena bisa
bertemu pacarmu lebih lama?” komentar Minhyuk terdengar ketus.
“Dia bukan—“
“Sedang menikmati menu andalan
kami, Kang Minhyuk-sshi?” Jonghyun
bertanya dengan nada sopan.
Minhyuk berdecak sebal. “Tidak usah
sok sopan begitu di depanku. Kenapa kau juga ada di sini?”
“Aku kan juga kerja di sini. Serin
bisa bekerja di sini atas rekomendasiku, kau tahu?” jawab Jonghyun terdengar
tenang.
Minhyuk mendengus kesal. Fruit
Parfait-nya terasa tidak enak lagi sekarang.
“Oh ya, Serin. Hari ini aku pulang lebih cepat. Ada pertandingan taekwondo yang harus aku ikuti.” Jonghyun
berbicara pada Serin, sementara Minhyuk mengamati mereka dengan kesal.
“Oh, baiklah kalau begitu,” jawab
Serin.
“Kau tidak apa-apa kan kalau pulang
sendirian?”
“Geurom,” Serin berkata dengan yakin.
“Arraseo (aku mengerti). Kalau begitu aku pergi dulu ya. Dah,
Minhyuk.” Jonghyun bersikap sok manis kepada Minhyuk, membuat Minhyuk merasa
ingin muntah.
Namun, sebelum benar-benar pergi,
Jonghyun mendekat ke telinga Minhyuk dan berbisik.
“Kokjeongma (jangan khawatir).”
“Naega wae (kenapa aku harus khawatir)?!” teriak Minhyuk pada
Jonghyun yang sudah keburu kabur dari hadapannya.
***
Biar
bagaimanapun, Serin tetaplah seorang perempuan.
Minhyuk menghela nafas berat. Seharusnya
ini bukan urusannya. Tapi, entah kenapa Minhyuk merasa tidak bisa membiarkan
Serin pulang sendirian malam-malam begini. Jadilah dia menunggu di luar kafe,
sampai waktu tutup kafe jam Sembilan malam. Minhyuk lega begitu dilihatnya
Serin sudah keluar dengan mengenakan pakaian biasa.
“Oh, kkamjjak (kau mengagetkanku)! Minhyuk-ah, apa yang kau lakukan malam-malam di sini?”
“Aku… ah, bagaimana dengan tugas
matematika yang harus dibuat tiga rangkap itu? Kau sudah mengerjakannya? Besok
harus dikumpulkan,” Minhyuk berkata tanpa menatap Serin. Mereka berjalan
bersisian melewati pertokoan.
“Aku sudah selesai mengerjakannya
tadi pagi.” jawab Serin santai.
“Kalau begitu biar aku saja yang
membawanya. Aku tidak mau kau mengulang kesalahan untuk yang kedua kalinya,”
Serin mencibir Minhyuk diam-diam.
“Tapi file-nya masih ada di PC-ku
di rumah.”
“Ya sudah, biar aku ambil ke
rumahmu.”
Serin menoleh secepat kilat pada
Minhyuk.
“Kau mau ke rumahku?” tanya Serin
kaget.
“Tentu saja. Kita kan memang sedang
akan menuju ke rumahmu.” Minhyuk menjawab santai.
“Tapi appa-ku…”
“Apa yang kau pikirkan? Aku hanya
akan menunggu di luar rumahmu sementara kau memindahkan data tugas itu ke USB.”
“Dahaengida (syukurlah)~”
“Babo (bodoh).”
Minhyuk menyindir Serin. Lalu
matanya beralih menatap langit yang sedang dihiasi bintang-bintang dan bulan
sabit. Tampak memikirkan sesuatu.
“Minhyuk-ah?”
“Tadi aku menyerahkan surat itu ke
ibu tiriku.” Gumam Minhyuk tiba-tiba.
Serin sempat bengong sebelum
akhirnya paham maksud perkataan Minhyuk.
“Lalu, apa tanggapan beliau?” tanya
Serin menimpali ucapan Minhyuk.
“Molla (entahlah), aku langsung keluar begitu menyerahkan surat itu.”
“Bwa (lihat), kau ini sepertinya harus mengubah kebiasaanmu yang
suka memotong perkataan orang seenaknya. Aku yakin pasti tadi kau pergi sebelum
ibumu sempat—“
“Dia bukan ibuku!”
“Ya, ya, maksudku, sebelum ibu
tirimu sempat menyelesaikan omongannya, kan?”
“Tidak ada yang harus aku dengar
darinya.”
“YA, Kang Minhyuk! Sebenci apapun kau padanya, dia itu adalah
orangtuamu. Kau sebaiknya memperhatikan bahasamu saat berbicara di depannya,
dan juga di depan para guru.”
“Kenapa kau jadi marah-marah?”
Minhyuk terlihat bingung.
“Aku hanya tidak suka kau bersikap
tidak hormat seperti itu.”
“Apa? Apa ini masih ada hubungannya
dengan bagaimana aku yang dulu?”
“Tidak! Tapi memang hal ini sudah
seharusnya kau perhatikan. Aku sudah tidak peduli lagi seperti apa kau sekarang
ini. Tapi aku rasa kau salah kalau berubah menjadi orang menyebalkan begini.”
Minhyuk menghembuskan nafas kesal. “Kau
sudah terlalu banyak ikut campur, Hwang Serin.” Minhyuk menyebut nama asli
Serin, pertanda dia sangat serius.
Serin menatap lurus mata Minhyuk.
“Uri e chingu ka, keuji (kita ini teman, iya kan)?”
“Chingu (teman)? Huh, sudah sejak tiga tahun lalu aku tidak lagi
menganggapmu teman.”
“Kang Minhyuk,”
Minhyuk menguap lebar-lebar lalu
menderakkan tulang lehernya. “Apa rumahmu masih jauh? Aku sudah mengantuk.”
“Kalau begitu, kau bisa menginap di
rumah Jong—“
“Tidak, terima kasih. Pacarmu itu
orang yang sangat menyebalkan. Aku tidak mau waktu tidurku akan terganggu karena
kecerewetannya.” Minhyuk menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Serin mengulum senyum. “Itjanha (kau tahu), sebenarnya aku dan
Jonghyun itu tidak pacaran.”
Minhyuk menghentikan langkahnya dan
menatap Serin dengan penasaran.
“Geojitmal (jangan bohong)! Tingkah kalian persis seperti pasangan
kekasih.”
“Geojitmal aniya (tidak bohong kok). Jonghyun itu anak bibiku. Kami
ini sepupu.”
Minhyuk mengerjapkan matanya. Karena itu dia bersikap seakan melindungi
Serin?
“Dahaengida~” gumam Minhyuk hampir tidak terdengar.
“Mwo? Musun dahaeng
(apanya yang syukurlah)? Ya, Kang
Minhyuk, ya~”
Minhyuk pura-pura tidak mendengar.
Dia mendahului langkah Serin dan berjalan jauh di depan.
Terima kasih atas waktu yang
menyenangkannya, Hwang Serin.
***To
be Continued***
150401,
21.03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar