Minggu, 16 Agustus 2015

[Fanfiction] Rain Sound (빗소리)



Author : Tsujana Albarabumulih (박수잔)


Casts : Choi Jun Hong, OC


Disclaimer : *ala penulis ff profesional* Ya ya, cuma ceritanya aja yg asli milik saya.









---------


-Han Jang Mi-





Hujan.Betapa aku sangat membenci musim ini. Semua tentang hujan mengingatkanku pada setiap kenangan buruk yang terjadi padaku di kala  hujan.


Aku benci hujan!


Sekarang aku sedang berdiri sendirian di sebuah halte bus.


Apa-apaan ini, karena hujan, bahkan sekarang tidak ada satupun bus yg muncul?


Tidak perlu dikatakan, hal ini sudah pasti menambah daftar alasan kenapa aku benci hujan. Membuat orang menjadi malas melakukan kegiatan.


Lalu tiba-tiba, aku merasa satu tangan terulur menadah tetesan air hujan di samping kiriku. Aku menoleh dan mendapati seseorang bertubuh jangkung berkulit pucat tampak tersenyum sambil menikmati tetesan air hujan yang mengenai telapak tangannya.


Dia tampak menggigil padahal udara tidak begitu dingin. Di jaket kanvas yang digunakannya terlihat ada bekas-bekas tetesan air. Sepertinya dia kedinginan sehabis menerobos hujan?


Sadar kalau kuperhatikan, dia pun menoleh padaku.


"Hai! Suara rintik hujannya indah ya?" katanya sukses membuatku melongo. Apa itu bisa kuanggap sebagai kalimat sapaan? 'Suara rintik hujan yang indah' katanya?


"Kamu gak terganggu dengan hujan ini?" tanyaku. Bisa-bisanya dia tersenyum seperti itu padahal tubuhnya sedang menggigil.


"Tidak. Aku suka hujan." jawabnya dengan bahasa formal, tampak tidak terusik dengan bahasa informal yang kugunakan.


Aku melirik seragamnya. Kelihatannya dia satu sekolah denganku. Tapi kok rasanya aku tidak pernah melihatnya?


"Ada apa?" tanyanya sambil tersenyum. Sekarang aku bisa melihat lesung pipinya. Manis.


"Kamu SMA Byulbit juga ya?"


Dia mengangguk. "Aku sudah sekolah di sana sejak kelas X. Waktu masa orientasi kan kita pernah satu kelompok, Han Jang Mi." katanya (lagi-lagi) sambil tersenyum.


Dan wow, dia tahu namaku.


"O-oh ya? Maaf aku gak ingat... Omong-omong, namamu siapa?"


"Choi Jun Hong," jawabnya dengan wajah memerah. Lalu tiba-tiba dia terbatuk, aku merasa khawatir dan refleks melepas syalku.


"Kayaknya kamu kedinginan banget, pake ini deh." kataku menyodorkan syal pada Jun Hong. "Dan please ngomongnya pake bahasa informal aja, kita kan sebaya."


"Ah, oke. Gomapda." ujarnya gugup berterima kasih padaku dengan bahasa informal sambil menerima syalku dan segera melingkarkannya di sekeliling leher.


Dia berjalan mundur lalu duduk di sebuah bangku panjang yang disediakan di halte itu. Siang ini, entah kenapa hanya kami berdua yang terjebak di sini. Aku ikut duduk di sampingnya.


"Kamu masih membenci hujan?" pertanyaannya yang tiba-tiba membuatku kaget. Rasanya aku tidak pernah memberitahu siapapun tentang kebencianku pada hujan.


"Aku sering memperhatikanmu di sekolah memasang ekspresi tidak suka setiap kali hujan datang." lanjutnya seolah bisa membaca pikiranku.


Aku masih diam menatapnya.


Dia menoleh ke arahku. "Ah, itu... maaf kalau aku lancang." suaranya masih terdengar gemetar. Dia terlihat salah tingkah sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya yang (aku yakin) tidak gatal.


"Dan kamu terlihat sebaliknya." komentarku sambil tersenyum mengggodanya.


"Ne?" tanyanya bingung.


"Kamu terlihat sangat menyukai hujan." jelasku.


Jun Hong kembali menatap tetesan air yang jatuh di depan kami. Matanya tampak menerawang.


"Ada banyak alasan kenapa aku suka hujan. Aku dilahirkan di saat hujan, aku menerima skateboard pertamaku di saat hujan, dan ... aku asdfghjkljhjfggjkgfdaullbahfdadbff" gumamnya nyaris tidak terdengar.


"N-ne?" aku tidak bisa mendengar dengan jelas suaranya karena hujan turun semakin deras.


"Dan ... dan lagi pula, aku menyukai suara hujan. Terdengar nyaman dan menentramkan."


Dia berkata sambil nyengir lucu.


Dan aku tidak mengerti filosofinya tentang hujan.


Junhong kembali menoleh padaku. Lalu berkata, "Aku tidak bermaksud menggurui atau apa, tapi menurutku... kau tidak boleh membenci hujan. Karena itu sama artinya kau membenci ciptaan Tuhan. Lagipula, coba kau pikir, bagaimana kalau seandainya Tuhan tidak menurunkan hujan? Tidak akan ada siklus air dan kita pasti sudah mati kehausan."


"Tapi... hujan juga sering menyebabkan bencana. Contohnya aja banjir." kataku ngotot.


"Banjir itu bukannya sering diakibarkan oleh manusia itu sendiri? Karena tidak bisa menjaga lingkungannya, makanya hujan yang seharusnya bermanfaat malah dianggap sebagai musibah."


"Tapi..." Aku menghentikan kalimatku. Jun hong menatapku seperti menunggu lanjutan kalimatku.


" ... hujan mengingatkanku pada semua kenangan burukku."


"Kebencianmu terhadap hujan membuatmu hanya mengingat setiap kenangan buruk yang terjadi padamu di saat hujan. Padahal, mungkin tanpa kau sadari, kau juga pernah mengalami hal yang menyenangkan di saat turunnya hujan. Matji (benar kan)?"


Aku terdiam mencerna kalimat Jun Hong.


"Itu..."


"Ya?" tanyanya.


"Kurasa kau benar." gumamku sambil mengangguk-angguk.


Karena eomma & appa-ku mengalami kecelakaan di saat hujan, aku jadi membenci hujan yang telah merenggut mereka dari sisiku. Aku hampir saja melupakan ada banyak hal menyenangkan yang datang padaku di saat hujan. Aku pernah menerima kejutan manis dari teman" sekelasku di hari ulang tahunku di hari turunnya hujan. Operasi eonni-ku yang berhasil di saat turunnya hujan. Dan ... dipertemukan Jun Hong yang sudah membuka hatiku sekarang.


Di saat hujan.


"Gomawo." ucapku sambil tertunduk malu.


Jun Hong tersenyum sambil mengacak-acak rambutku dengan tangannya yang dingin.


Untuk pertama kalinya aku merasa suara hujan ini terasa menentramkan.





Dan, untuk pertama kalinya aku berharap, hujan bisa turun lebih lama.





*SELESAI*





11.28 PM, 20140417



di antara rintik hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar