[Fanfiction]
BEFORE THE FULL MOON RISES part 3
Authorized
by : Ujen / 박수잔
Cast(s)
: Moon Ga Young & GOT7 (Mark, Jr., JB, Jackson, Youngjae, Bambam &
Yugyeom)
Genre
: School life, Fantasy
Disclaimer
: The story and cover are belong to me.
Chapter
3 : His Secret
Ga Young melirik Youngjae yang
terlihat berbeda hari ini. Dia tidak tidur di tengah pelajaran berlangsung
seperti biasanya dan malah terlihat fokus memperhatikan pelajaran. Tapi
kemudian Ga Young menyadari pandangan Youngjae terlihat menerawang, bukannya
sedang mendengarkan penjelasan guru di depan.
“Wae? Ada yang aneh dengan wajahku?” bisik Youngjae tiba-tiba.
Ga Young kaget karena ternyata
Youngjae sadar kalau dia sedang diamati olehnya. “Oh? Ani… eobseo (tidak, tidak
ada apa-apa),” jawab Ga Young, membuat Youngjae melirik curiga padanya.
Youngjae terlihat ingin mengatakan
sesuatu tapi diurungkannya. Dia menggelengkan kepala lalu perlahan-lahan
melirik ke arah Mark dan Jinyoung berulang kali. Alisnya bertaut dan jarinya
sibuk mengelupas lapisan kulit kering di bibirnya.
“Ada apa? Kau tampak sedang
kebingungan? Sakit?” tanya Ga Young hati-hati.
“Mu-musun mariya (bicara apa sih)? Aku cuma…
hoaahh, tiba-tiba aku merasa ngantuk.” Youngjae terlihat salah tingkah dan
detik berikutnya, kepalanya sudah bertumpu di atas meja, membelakangi Ga Young.
Namun kali ini dia tidak tidur, pikirannya melayang ke waktu malam sebelumnya.
Satu hari sebelumnya.
Youngjae
sedang menekan-nekan tuts pianonya sementara ayahnya mendengarkan permainannya
sembari duduk di sofa. Youngjae menghentikan permainannya untuk melihat wajah
ayahnya.
Heran,
tidak biasanya appa mau menemaniku latihan, batin Youngjae.
“Ada
apa?” Tanya Tuan Choi.
“Isange
(ini aneh)… Apa ada yang ingin Appa katakan?”
Mata
Tuan Choi melebar, lalu dia tertawa pelan. “Nak, kau itu terlalu blak-blakan,”
lalu mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegak dan menyilangkan kedua
tangannya di depan dada.
“Ayah
dengar kau mendapatkan teguran dari sekolah karena sering tidur di kelas?”
Youngjae
memutar bola mata. “Mau bagaimana lagi? Hampir semua pelajaran yang diajarkan
sudah kukuasai. Appa, kenapa kau menyuruhku sekolah seperti Jinyoung di
sini? Materi yang diajarkan jauh
tertinggal dibanding di dunia paralel kita. Aku jadi bosan.”
“Itu
supaya kau tetap bisa mengawasi Jinyoung dan rekan-rekannya. Siapa yang tahu
dia merencanakan sesuatu di sekolah. Hingga saatnya tiba. Kau harus tetap
berada di dekatnya. Kau mengerti?”
“Hah?”
“Ayah
mendapat info dari NASA bahwa sebentar lagi akan ada Blue Moon.”
“Blue
Moon?”
“Ya.
Fenomena bulan purnama yang muncul dua kali dalam periode satu bulan. Kau tahu
apa artinya?”
Youngjae
tidak merespon apa-apa, jadi ayahnya melanjutkan. “Kesempatan untuk kita terbuka
lebar. Pihak kerajaan masih belum tahu tentang hal ini. Mereka berencana akan
melakukan ritual Pengangkatan Jiwa Murni itu di saat bulan purnama muncul di
akhir bulan, satu bulan yang akan datang. Tapi, sebelum saat itu tiba, kita
akan menggunakan Jiwa Murni itu lebih awal dari mereka. Kau bisa bayangkan? Dengan
kekuatan yang kita dapat dari Jiwa Murni di saat bulan purnama, Ayah akan
menguasai kerajaan Centauri dan juga kau, akan diangkat menjadi Putra Mahkota ,
menggantikan Jinyoung. Bukankah itu hal yang bagus?”
Youngjae
menatap nanar ayahnya yang menyeringai. Dia ingin bilang bahwa sejak dulu, dia
tidak tertarik dengan urusan Putra Mahkota dan sebagainya. Yang dia inginkan
adalah perhatian dan kasih sayang ayahnya bisa kembali dia rasakan. Seperti dulu.
Sebelum ayahnya berubah menjadi orang yang haus akan kekuasaan.
***
Panti Asuhan Love House.
Ga Young menghela nafas berat. Sudah
jauh-jauh datang ke sini, ternyata anak-anak panti sedang berdarmawisata ke
Busan. Praktis tidak ada yang bisa dia temui di sini sekarang.
Padahal
aku sudah lama tidak berkunjung, gerutu Ga Young
sambil melap keringat di dahinya. Dia memutuskan untuk pulang ketika matanya
menangkap seorang laki-laki berseragam SMA yang sama sepertinya sedang
mengamati papan nama panti. Ga Young mengucek matanya lalu menyadari kalau itu
adalah Mark. Jadi Ga Young memutuskan untuk mendekatinya.
“Jeogi (permisi)~”
Tidak ada respon dari Mark yang
berdiri di sampingnya, telinganya tertutup earphone
sehingga Ga Young harus mengulangi ucapannya.
“Jeogi, Mark,” sapa Ga Young hati-hati dengan jari telunjuk
menyentuh pergelangan tangan Mark. Detik berikutnya, Mark kaget dan refleks mendorong
tubuh Ga Young, sehingga Ga Young jatuh terduduk di tanah.
“Ugh, apha (sakit),” gumam Ga Young sambil mengelus pantatnya yang terasa
berdenyut.
“Aii, kkamjakkiya (kau mengagetkanku)!” Mark berusaha menghilangkan rasa
kagetnya sambil memukul-mukul pelan dadanya. Dilihatnya Ga Young yang jatuh
terduduk di depannya, bermaksud untuk menolongnya berdiri tapi tiba-tiba dia
ingat dia tidak bisa melakukannya.
“Gwaenchanha (baik-baik saja)?” walaupun terkesan datar, tersirat
nada kekhawatiran dari suaranya. Ga Young susah payah berdiri sambil memeriksa
apakah ada luka di lengannya.
“Ya,”
“Maaf, tadi aku refleks, sama
sekali tidak bermaksud kasar.”
Ga Young mengerucutkan bibir. “Kalau
merasa bersalah, bukankah seharusnya kau membantuku—“ Ga Young tidak
melanjutkan kalimatnya. Merasa teringat sesuatu. Dia meraba kalungnya lalu
mengamati Mark yang berdiri dengan ekspresi bingung.
Mata Ga Young terasa panas,
perlahan-lahan, dia melirik sesuatu di pergelangan tangan Mark. Mark
memakainya, memakai gelang yang memiliki bandul yang sama dengan liontin
kalungnya.
“Yi… En-ie?” ucap Ga Young ragu-ragu, membuat Mark kaget karena mendengar
nama Mandarin-nya disebut. “Yi En-ie,
matji (benar kan)?”
Sesaat Mark tidak berkata apa-apa,
namun kemudian dia tersenyum lega.
“Akhirnya ingat juga, Ga Young-ah? Tidak kusangka butuh waktu lama.”
Ga Young mengusap setetes air mata
yang jatuh di pipinya. “Jaljinaeni
(baik-baik saja), Yi En?”
“Mark. Sekarang namaku Mark,” ralat
Mark.
“Oh? … baiklah,” gumam Ga Young
setengah tidak rela.
“Yeogiseo mwohae (sedang
apa di sini)?” tanya Mark, membuat Ga Young tersenyum.
“Tadinya mau melakukan kunjungan
bulanan. Aku selalu melakukannya, karena di tempat inilah aku dibesarkan. Kau
sendiri?”
Mark mengangkat bahu. “Entahlah,
tiba-tiba saja aku merasa kangen tempat ini, jadi aku ke sini.”
“Kenapa tidak bilang kalau kau
adalah Yi En? Aku sudah berburuk sangka, mengira kau murid baru yang sombong. Fobiamu
masih ada ternyata.”
“Fobia apa?”
“Mysophobia (fobia terhadap kuman). Kau masih tidak suka disentuh
dan menyentuh orang lain kan?”
Mark tersenyum, bukan tidak suka, tapi tidak bisa. Dan
terutama jika orang itu adalah kau.
“Kau masih memakainya,” Mark
menunjuk kalung yang dikenakan Ga Young.
“Eung,” Ga Young mengangguk. “Hanya dengan cara ini aku bisa
mengingatmu. Aku bahkan tidak punya fotomu.”
“Maaf ya, karena tidak pernah
memberitahu kabarku.”
“Tidak apa. Yah, walaupun aku
sedikit kecewa sih karena kau tidak memberitahuku. Kupikir kita teman. Aku
dengar kau mengalami masa-masa sulit? Orangtua angkatmu meninggal karena
kecelakaan?”
Mark menunduk, menggigit-gigit
bibirnya sambil mengingat kejadian mengenaskan itu.
“Dahaengida (syukurlah), sekarang semuanya baik-baik saja,” gumam
Mark menahan pahit di tenggorokannya.
“Benarkah?” Ga Young tersenyum
lega. “Aku senang mendengarnya.”
Suasana mendadak canggung karena
masing-masing tidak tahu harus bicara apa.
“Keurom… kachi kallae (kalau begitu… mau pulang
bareng)?” usul Mark yang langsung disambut dengan anggukan penuh semangat Ga
Young.
***
Beberapa hari kemudian.
Keempat murid baru minus Youngjae
berkumpul di depan toilet murid laki-laki di sekolah. Jackson yang mengajak
mereka berkumpul karena dinilainya tempat itu yang paling sepi di area sekolah.
“Tidak ada tempat berkumpul yang
lebih pantas?” kritik Jaebum sambil mengamati langit-langit.
“Memangnya kenapa? Tempat ini kan
bersih juga,” Jackson membela diri.
Jinyoung mendengus geli. “Jadi, apa
hal yang ingin kau bicarakan? Tidak mengenal kemajuan teknologi yang bernama
internet?”
“Pembicaraan lewat ponsel bisa
dengan mudah disadap. Jadi lebih baik kita bicara face to face seperti ini,” Jackson bicara dengan aksen Amerika-nya.
“Jadi?” tanya Jaebum tidak sabaran.
Jackson mengamati sekeliling,
setelah memastikan mereka benar-benar aman, dia mulai kalimatnya. “Beberapa
hari lalu aku mendengar kabar bahwa ayah Youngjae, Perdana Menteri Jehan sedang
berencana melakukan kudeta, maksudku, mereka berencana merebut Jiwa Murni dari
kita.”
“Jiwa Murni yang kita bicarakan ini
masih hidup,” tegur Jinyoung. “Dan dia bukan milik kita.”
“Bukan itu poinnya,” tegas Jackson.
“Aku tidak tahu rencana apa yang dia maksud, tapi aku curiga… Youngjae adalah
mata-mata.” tandas Jackson.
“Hati-hati dengan ucapanmu. Walau
bagaimanapun, Youngjae adalah salah satu anggota kerajaan. Dia putra dari paman
Pangeran Zen, dan itu artinya, Youngjae juga termasuk daftar pewaris tahta.”
“Makanya kan… aku bilang mungkin
saja Perdana Menteri Jehan merencanakan sesuatu untuk merebut tahta dari
Pangeran Zen—Jinyoung. Dan menggunakan Youngjae sebagai mata-mata.”
“Aku memang tidak menyukai pamanku.
Tapi aku percaya pada Youngjae. Biar bagaimanapun, kami sudah dibesarkan
bersama-sama sejak kecil. Dia sudah seperti adik bagiku.” Jinyoung seakan-akan
bicara pada dirinya sendiri.
“Jangan khawatir,” Jinyoung menatap
Jackson dan Jaebum bergantian. “Youngjae adalah anak yang baik.”
***
“Bisa bantu aku?” tanya Youngjae
begitu saja ketika dia menemukan Mark sedang tekun membaca di perpustakaan.
“Mwol (tentang apa)?” Mark bertanya balik.
“Mencari cara selain Ga Young—untuk
diambil jiwanya dengan sesuatu yang lain. Sesuatu yang tidak merugikan
siapapun. Baik di dunia ini maupun dunia parallel kita.”
Mark mendengus. “Memangnya kau
pikir, cara lain itu ada?”
“Isseoseo (ada). Aku pernah mendengar pembicaraan kakek kami—kakekku
dan Jinyoung waktu aku masih kecil. Dia bilang sesuatu yang menjadi kenangan si
Jiwa Murni memiliki kekuatan sama besar dengan pemiliknya.”
“Dan itu apa artinya?” Dada Mark
berdebar-debar keras. Dia menemukan suatu cara menyelamatkan Ga Young pada
akhirnya. Mark berdebar penuh harap.
“Mollaseoji (aku tidak tahu kan)? Makanya aku minta bantuanmu.”
“Kenapa aku?”
Youngjae terdiam. Tatapannya
berubah sedih. “ Aku tidak bisa membicarakan hal ini pada Jinyoung. Karena
sepertinya dia mencurigaiku.”
***To
Be Continued***
150907.
21.25 WIB
Ujen/박수잔
Tidak ada komentar:
Posting Komentar