Author : Tsujana Albarabumulih (박수잔)
Casts : Choi Jun Hong, OC
Disclaimer : *ala penulis ff profesional* Ya ya, cuma ceritanya
aja yg asli milik saya.
---------
-Han Jang Mi-
Hujan.Betapa aku
sangat membenci musim ini. Semua tentang hujan mengingatkanku pada setiap
kenangan buruk yang terjadi padaku di kala hujan.
Aku benci hujan!
Sekarang aku sedang
berdiri sendirian di sebuah halte bus.
Apa-apaan ini, karena
hujan, bahkan sekarang tidak ada satupun bus yg muncul?
Tidak perlu dikatakan,
hal ini sudah pasti menambah daftar alasan kenapa aku benci hujan. Membuat
orang menjadi malas melakukan kegiatan.
Lalu tiba-tiba, aku
merasa satu tangan terulur menadah tetesan air hujan di samping kiriku. Aku
menoleh dan mendapati seseorang bertubuh jangkung berkulit pucat tampak
tersenyum sambil menikmati tetesan air hujan yang mengenai telapak tangannya.
Dia tampak menggigil
padahal udara tidak begitu dingin. Di jaket kanvas yang digunakannya terlihat
ada bekas-bekas tetesan air. Sepertinya dia kedinginan sehabis menerobos hujan?
Sadar kalau
kuperhatikan, dia pun menoleh padaku.
"Hai! Suara
rintik hujannya indah ya?" katanya sukses membuatku melongo. Apa itu bisa
kuanggap sebagai kalimat sapaan? 'Suara rintik hujan yang indah' katanya?
"Kamu gak
terganggu dengan hujan ini?" tanyaku. Bisa-bisanya dia tersenyum seperti
itu padahal tubuhnya sedang menggigil.
"Tidak. Aku suka
hujan." jawabnya dengan bahasa formal, tampak tidak terusik dengan bahasa
informal yang kugunakan.
Aku melirik
seragamnya. Kelihatannya dia satu sekolah denganku. Tapi kok rasanya aku tidak
pernah melihatnya?
"Ada apa?"
tanyanya sambil tersenyum. Sekarang aku bisa melihat lesung pipinya. Manis.
"Kamu SMA Byulbit
juga ya?"
Dia mengangguk.
"Aku sudah sekolah di sana sejak kelas X. Waktu masa orientasi kan kita
pernah satu kelompok, Han Jang Mi." katanya (lagi-lagi) sambil tersenyum.
Dan wow, dia tahu
namaku.
"O-oh ya? Maaf
aku gak ingat... Omong-omong, namamu siapa?"
"Choi Jun
Hong," jawabnya dengan wajah memerah. Lalu tiba-tiba dia terbatuk, aku
merasa khawatir dan refleks melepas syalku.
"Kayaknya kamu
kedinginan banget, pake ini deh." kataku menyodorkan syal pada Jun Hong.
"Dan please ngomongnya pake bahasa informal aja, kita kan sebaya."
"Ah, oke. Gomapda." ujarnya gugup berterima kasih padaku
dengan bahasa informal sambil menerima syalku dan segera melingkarkannya di
sekeliling leher.
Dia berjalan mundur
lalu duduk di sebuah bangku panjang yang disediakan di halte itu. Siang ini,
entah kenapa hanya kami berdua yang terjebak di sini. Aku ikut duduk di
sampingnya.
"Kamu masih
membenci hujan?" pertanyaannya yang tiba-tiba membuatku kaget. Rasanya aku
tidak pernah memberitahu siapapun tentang kebencianku pada hujan.
"Aku sering
memperhatikanmu di sekolah memasang ekspresi tidak suka setiap kali hujan
datang." lanjutnya seolah bisa membaca pikiranku.
Aku masih diam
menatapnya.
Dia menoleh ke arahku.
"Ah, itu... maaf kalau aku lancang." suaranya masih terdengar
gemetar. Dia terlihat salah tingkah sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya
yang (aku yakin) tidak gatal.
"Dan kamu
terlihat sebaliknya." komentarku sambil tersenyum mengggodanya.
"Ne?" tanyanya bingung.
"Kamu terlihat
sangat menyukai hujan." jelasku.
Jun Hong kembali
menatap tetesan air yang jatuh di depan kami. Matanya tampak menerawang.
"Ada banyak
alasan kenapa aku suka hujan. Aku dilahirkan di saat hujan, aku menerima
skateboard pertamaku di saat hujan, dan ... aku
asdfghjkljhjfggjkgfdaullbahfdadbff" gumamnya nyaris tidak terdengar.
"N-ne?" aku tidak bisa mendengar dengan jelas
suaranya karena hujan turun semakin deras.
"Dan ... dan lagi
pula, aku menyukai suara hujan. Terdengar nyaman dan menentramkan."
Dia berkata sambil
nyengir lucu.
Dan aku tidak mengerti
filosofinya tentang hujan.
Junhong kembali
menoleh padaku. Lalu berkata, "Aku tidak bermaksud menggurui atau apa,
tapi menurutku... kau tidak boleh membenci hujan. Karena itu sama artinya kau
membenci ciptaan Tuhan. Lagipula, coba kau pikir, bagaimana kalau seandainya
Tuhan tidak menurunkan hujan? Tidak akan ada siklus air dan kita pasti sudah
mati kehausan."
"Tapi... hujan
juga sering menyebabkan bencana. Contohnya aja banjir." kataku ngotot.
"Banjir itu
bukannya sering diakibarkan oleh manusia itu sendiri? Karena tidak bisa menjaga
lingkungannya, makanya hujan yang seharusnya bermanfaat malah dianggap sebagai
musibah."
"Tapi..."
Aku menghentikan kalimatku. Jun hong menatapku seperti menunggu lanjutan
kalimatku.
" ... hujan
mengingatkanku pada semua kenangan burukku."
"Kebencianmu
terhadap hujan membuatmu hanya mengingat setiap kenangan buruk yang terjadi
padamu di saat hujan. Padahal, mungkin tanpa kau sadari, kau juga pernah
mengalami hal yang menyenangkan di saat turunnya hujan. Matji (benar kan)?"
Aku terdiam mencerna kalimat
Jun Hong.
"Itu..."
"Ya?"
tanyanya.
"Kurasa kau
benar." gumamku sambil mengangguk-angguk.
Karena eomma & appa-ku mengalami kecelakaan di saat hujan, aku
jadi membenci hujan yang telah merenggut mereka dari sisiku. Aku hampir saja
melupakan ada banyak hal menyenangkan yang datang padaku di saat hujan. Aku
pernah menerima kejutan manis dari teman" sekelasku di hari ulang tahunku
di hari turunnya hujan. Operasi eonni-ku yang berhasil di saat turunnya hujan. Dan ... dipertemukan
Jun Hong yang sudah membuka hatiku sekarang.
Di saat hujan.
"Gomawo." ucapku sambil tertunduk malu.
Jun Hong tersenyum
sambil mengacak-acak rambutku dengan tangannya yang dingin.
Untuk pertama kalinya
aku merasa suara hujan ini terasa menentramkan.
Dan, untuk pertama
kalinya aku berharap, hujan bisa turun lebih lama.
*SELESAI*
11.28 PM,
20140417
di antara rintik hujan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar